Skip to main content

Posts

Showing posts from 2014

One Step to be a Great!

"Tam, mau ke mana?" Seseorang memanggil. "Teh Tamara kok sendiri?" di hari yang lain seorang adik menyapa ramah. "Tamaraaa...ikut dong di acara besok, jadi panitia ya?" seorang kakak tingkat bertanya via medsos. "Tam Tam, liat fotomu! Haha" -____-" [Sedikit frasa tentang 'Tamara'] "Hai, nama saya Tamara. Saya berasal dari jurusan Tambang angkatan 2010, hobinya ngemil permen Tamarin" adalah gaya perkenalan yang biasa saya lontarkan kepada orang2 yang baru saya kenal. Tidak tahu diri memang. Pembohongan? sudah tentu. Tanggapan audiens beragam; beberapa percaya saja, beberapa memasang mimik tidak percaya meski memilih tetap diam, beberapa spontan terpekik dan bertanya acak "Masa?" "Kok bisa?" "Pake lotion apa, Teh?" "Jarang ke lapangan ya" "Kenal dengan 'fulan' gak, Teh?". Balasan saya? Hehe, cukup pasang muka innocent dan tertawa geli.

Kalut

"Peringatan Dini Tsunami di MALUT, SULUT, GORONTALO, MALUKU, PAPUABAR, Gempa Mag : 7.3 SR, 15-Nov-14 09:31:40 WIB, Lok : 1.94 LU, 126.50 BT, Kdlmn: 10 Km : BMKG" Pesan tersebut baru saja kudapatkan dari adik kelasku di SMA. Seperti tersandung batu besar lalu jatuh tersungkur di kedalaman palung. O Allah, beginikah rasa takut itu? Semalam aku bermimpi tentang keluargaku. Entah bagaimana bermula, kedua adikku, Abdullah dan Sahid mendapati luka yang cukup serius. Aku yang panik hanya bisa menangis dan membopong mereka ke klinik terdekat. Meski tubuh mereka jelas lebih besar dariku, tekad dan rasa kasih mengalahkan beban siksa yang tertumpu di punggung. Langit gelap, pun rintik hujan tak mau urung. Jalanan di sekitar basah dan berlumpur, tak tergambar pula dalam mimpi di mana gerangan tepatnya letak rumahku. Aku hanya berpikir "Adikku, betahanlah!" Rasa panik yang begitu mendera, hingga kudapatkan orientasiku benar-benar hilang. Adikku merengek menangis, sedangkan

Dilema

Saya sudah merasakan keresahan ini sejak pertama kali terbersit kata 'regenerasi' di dalam kepala. Beberapa hari saya susah tidur, semua fokus benar2 kabur. "Sih, draft TA pekan ini sudah jadi?" Tetiba pertanyaan itu membuat saya terguncang. Sontak saya melihat 'To Do List' dan baru sadar bahwa saya telah melalaikan sekian agenda dalam satu pekan. Astaghfirullaah ! "Kapan mau mulai fokus TA? Gak capek tuh otak ngurusin hal2 di luar terus? Katanya mau ke Denmark?" Tegur sahabat saya. In syaa Allaah, Ukh, saya sudah berazzam untuk ke sana :') Bicara soal regenerasi, saya benar2 gemas dan merasakan ambisi yang begitu besar. Teramat ingin dalam diri saya bahwa tahun depan akan muncul penerus2 Gamais yang punya kapabilitas, loyalitas dan kedisiplinan yang tinggi. Kader2 Eksternal yang mampu bergerak tanpa harus menunggu komando, mengerti kondisi lapangan dengan segala aspeknya dan menemukan jalan dakwah di setiap pergerakan yang mere

Liku Tandang

Tidak seperti biasanya, malam itu tak kuasa kulihat gemerlap lampu malam di sekitar. Pun kamu, di depanku, sudah terdiam sejak tadi. Aku merasakan badanku gemetar, tepukan telapak tangan yang menyentuh pundakmu pun tak mampu membendung resah yang benar2 mendera. Sungguh, aku merasa payah. Kupaksakan kedua mata menatap lurus ke depan. Di sana, kulihat dua sosok laki-laki berbonceng sepeda motor sambil terus awas melindungi. Sesekali mereka memalingkan muka ke arahku dan kamu, "Tenang, tidak akan terjadi apa2" begitu pancaran kalimat yang kutangkap. Masih sama seperti sebelumnya, mereka tersenyum teduh. Kutengok ke belakang. Ada lagi sesosok laki-laki yang sejak tadi juga ikut mengawasi, gerakannya lugas dan sesekali dia lesatkan sepeda motor ke samping kami. Dia masih sangat muda, dua tingkat di bawahku. Namun hari itu, aku merasakan kehadirannya sebagai kakak dan penjaga. Terima kasih , kataku dalam hati. Tanpa sadar, malam itu aku menangis. Aku merasakan perutk

Being Ignorance (Part 2)

Beberapa waktu lalu, saya mendapati Sahid, adik saya mengeluh karena kurangnya pasokan air di rumah. Maklum, akhir2 ini cuaca tidak menentu dan hujan pun sudah lama tidak menemani keseharian Babakan. Padahal jika diingat lagi, pasokan air di desa saya sebagian besar berasal dari sumur2 galian. Jika hujan tidak turun, maka sumur2 itu akan kering. Pun saat masih menyisakan air, biasanya air itu akan memiliki kekeruhan yang tinggi dan berbau besi. Saya sudah melakukan  browsing  tentang sistem sanitasi yang baik bagi pedesaan. Sudah saya pelajari pula melalui dokumentasi dan pendataan sanitasi di Dinkes Bandung. Dari pengamatan saya, memang kekurangan yang dimiliki Babakan adalah tidak tersedianya sistem penampungan air dan pembuangan limbah; entah limbah bekas cucian, mandi, dan lain sebagainya. Hal ini menyebabkan air hujan yang deras hanya mengalir ke sungai-sungai, sedangkan sungai di desa sudah terbiasa dijadikan tempat pembuangan limbah. Yah begitulah, air jernih yang sehar

Being Ignorance (Part 1)

Di tengah padatnya rutinitas kampus dan pasca kampus, izinkan saya menyisihkan sebagian benang kusut yang sudah sekian lama tertanam di dalam kepala. Karena bisa jadi, setelah ini seuntai benang itu akan tersulam menjadi sebingkai sulaman indah nan layak dipajang. Saya, mulai terbiasa berjalan sambil memikirkan banyak hal. Di dalam kepala ini, tidak pernah sedetik pun terhenti kelebat rencana yang diam2 hampir membuat saya gila. Terkadang bahkan saya mulai meracau sendiri. Saya berdoa semoga ini bukan merupakan salah satu gejala kelainan mental yang diam2 hinggap dalam diri saya. Pun dalam diri berdoa, semoga ini bukan pertanda bahwa saya telah mengalami depresi luar biasa. Di dalam tas saya, ada banyak coretan yang entah kenapa bukan merupakan bagian dari catatan perkuliahan. Setelah saya baca, ternyata itu merupakan 'To Do List' yang biasa saya tulis sehari2. Cerobohnya saya, kertas2 itu tidak pernah saya buang. Saya berharap suatu hari nanti saya bisa memb

Yuk Pulang

Tes...tes...tes... Tetiba gerimis merundung. Setelah beberapa menit langit terlihat gelap, akhirnya awan2 hitam itu benar2 menumpahkan isinya. Aku mendesah pelan. Mataku berair. Lagi. Kutengok jam di layar handphone , tepat pukul 12.16 WIB. "Ah, jam ngantuk" kataku lirih, meski dalam hati mengingkari. Aku tahu, kalimat itu hanya pembenaran. Kutatap kosong ke luar jendela. Perkuliahan yang diisi dengan presentasi kelompok sudah tak terdengar di kedua telinga. Aku benar2 tidak peduli. Oh, sampai kapan begini? Kawan, aku benar2 rindu kampung halaman. Gerimis siang selalu mengingatkanku pada masa2 SMP ketika kenakalanku menjadi pengisi waktu. Aku yang sejak dulu selalu sibuk mengganggu teman2ku yang asik belajar di kelas, kini mulai kehilangan arah. Benar2 seperti itik kehilangan induknya. Malang sekali. "Sih, kalo sudah lulus, mau lanjut kemana?" adalah kalimat yang acap kali dilontarkan teman2. Jika dikenang lagi, pertanyaan itu selalu berakhir denga

Sudah Baik?

Pagi ini, di tengah padatnya tugas kuliah dan tumpukan notes 'To Do List', tetiba sebuah grup media sosial berkicau nyaring sekali. Aku bukan tipikal orang yang aktif menelusuri bahasan di grup  satu per satu, bahkan pernah dalam beberapa jam pesan bertumpuk hingga 2000an tanpa terbaca, tak kusentuh pula untuk sekedar menghilangkan warna hijau penanda Unread Messages  di sana. Tapi entah kenapa, tanganku bergerak membuka pesan grup itu dan satu per satu kubaca perlahan. "Ah, kejadian lagi" kataku dalam hati. Selidik punya selidik, ternyata tengah terjadi 'perdebatan' yang cukup alot. Lagi2, akarnya karena kesalahan dalam menyampaikan. Aduh, Akhi wa Ukhti, yuk taubat! :) Dalam sebuah forum diskusi, tak jarang, bahkan sering sekali terjadi salah paham. Jika bukan karena penerima pesan yang salah tangkap, biasanya karena penyampainya tidak mengerti apa yang tengah ia bicarakan. Padahal dalam sebuah pesan moral selalu jelas dikumandangkan "Ket

Gamais 2020

Suatu pagi di koridor timur, terlihat sekelompok orang sedang membuat forum diskusi. Penasaran, kudekatkan duduk, berharap bisa mendengar segelintir percakapan mereka. "Sudah ada sejumlah 45juta dari hasil penggalangan dana ke setiap kelas, mungkin sisanya bisa kita ambil dari kas Gamais Pusat. Saya mendapat informasi kalo Gamais bisa menyediakan 30juta untuk setiap program kebencanaan" terang seorang ikhwan berjaket kuning. "Alhamdulillaah...Sebagai tambahan, in syaa Allaah HMF bisa menyediakan 20juta untuk akodomasi dan transportasi" timpal seorang ikwhan berjaket hijau lumut dengan lambang HMF di lengan jaketnya. Seorang akhwat mengangkat tangan, mengajukan diri berbicara di forum. "Silakan, Ukh" Tanggap ikwhan berjaket kuning tadi sambil tetap menundukkan pandangannya. "Annisaa sudah tiga hari menggalang dana. Kami mengajukan proposal pengajuan ke beberapa tokoh akhwat di Bandung, alhamdulillaah sudah ada 130juta di rekening.

Random

*Tertulis 12 September 2014 Pagi tadi kamar kosan terasa berbeda. Aul, yang setiap pagi terbiasa berisik dengan handphone -nya dan selalu pula berhasil membuatku terlonjak bangun, tetiba tidak kutemukan di sudut manapun. Aku mendesah pelan, rasa2nya aku mulai merindukan sosoknya. Kutengok jam di dekat jendela, jarum menunjuk waktu tepat pukul 05.40 WIB. Ah, aku kesiangan! Anehnya, aku yang biasanya sontak berdiri dan bergegas ke kamar mandi, kini malah tak acuh menanggapi waktu. Bukannya berbenah, perhatianku justru teralihkan ke layar handphone , berharap dia mengirimkan sesuatu pesan di sana. Tapi, tak ada apapun. Ooooh, aku semakin malas pergi ke kampus -,- Aku masih ingat berangkat ke kampus pukul 7 kurang 8 menit, sedang perkuliahan dimulai pukul 7 pagi. Aku tahu persis, untuk sampai ke gedung GKU Timur lantai 2 butuh waktu sekitar 20 menit dari kosan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Anehnya (lagi), angkutan umum yang lewat tak kuhentikan sama sekali. Aku sudah

Sepenggal Siang Melankolis

Siang itu, aku dan seorang sahabatku, tengah duduk manis di teras aula. di hadapan kami ada seonggok stik es krim dan satu botol lem fox yang isinya tinggal setengah bagian. Dia asik membongkar pasang stik2 es krim tersebut menjadi suatu jembatan, sedang aku malah terbenam dalam lamunan ketidakjelasan. "Wah, susunannya rapi dan mulai keras" kataku sambil mengayunkan susunan es krim yang membentuk alas jembatan. Dia tidak menoleh, hanya terus asik merangkai dan melapiskan lem. Tapi kentara sekali, pancaran wajahnya menunjukkan bahwa dia cukup puas dengan hasil karyanya. Tiba2 saja dengan penuh kesengajaan, aku menengadahkan wajahku ke atas. Di depan kami ada tembok tinggi membentuk tangga. Di sepanjang lengan tangga di atasnya banyak ditanam pohon pinus, pohon kelapa serta beberapa spesies pohon pepaya. Saat itu angin bergerak hilir mudik, menari-nari di atas kami. Angin sepoi itu menerbangkan helaian daun hingga menyebabkan sebagian daun pinus rontok dan menubruk di a

Mungkin

"Kamu ingat itu?" katanya sambil menunjuk ke arah sesuatu di belakangku. Kuputar bola mata mengikuti arah gerak telunjuknya, hingga sampailah perhatianku pada sebuah bangunan tua. Sebuah gedung bertingkat tiga dengan dinding masih berlapiskan semen dan pasir. Abu-abu. Belum jadi. Aku mencoba menerka. Memoriku mencoba mengingat kembali. Sayang, hasilnya nihil. Kugelengkan kepala untuknya. Dia, si pemandu, hanya mendesah pelan. Sore itu, kami berjalan menelusuri sebuah jalanan yang terasa asing bagiku. Aku lebih banyak diam, di dalam kepalaku ada banyak hal yang terasa masih mengganjal dan butuh perhatian. Sedangkan dia, sahabatku yang mengusulkan perjalanan ini, tengah asik menggandrungi setiap momen dan 'artefak' masa lalu yang entah mengapa tidak bisa kuingat meski hanya satu. "Sih, kamu mikirin apa sih?" dia mulai protes. Aku balas tersenyum, berharap dia tidak marah. "Kamu dari tadi diam, entah dengerin aku ngomong atau enggak. Kamu

Penantian

Sore itu kami termenung, duduk terpaku di atas anak tangga koridor timur Salman. Aku diam, dia yang sedari tadi duduk di depan menatapku tajam dan sesekali tangannya bergerak memelintir kerudungku yang kusut berantakan. Hati kecilku menduga bahwa dia mulai tak sabar. "Jadi gimana?" tanyanya, lagi, setelah sekian lama pertanyaan itu hanya terlontar dan mengisi kekosongan ruang di antara kami. "Kamu nyerah?" tegasnya. Ah, tenggorokanku tercekat dan kedua mataku terasa panas. Aku yakin, sebentar lagi air asin itu akan keluar juga. Kuputuskan diam. lagi. Dalam sekian detik air mukanya mulai berubah. Dan benar saja, tangisnya hadir mendahului jawabanku. Aku tak tahan, ingin sekali kucengkeram wajahku sendiri dan berteriak sekencang-kencangnya. Kekuatan yang sekian lama kupupuk, entah mengapa justru menghilang di saat seperti ini. Kawan, bukan saja kau sebagai pendengar, tapi begitu mengertinya dirimu akan kesedihan yang kini menderaku. Tapi apa dayaku? Pi

Rumput Liar

"Sesungguhnya bukan tentang kepada siapa kebencian ini berlabuh, melainkan karena sebab dan akibat yang ditimbulkannya" Kawan, masih ingatkah kau tentang rapuhnya iman jika disandingkan dengan sebuah hasrat? Bukan hasrat untuk senantiasa memperbaiki dan mendekatkan diri pada Ilahi, melainkan hasrat yang hanya berdasar pada kenyamanan dan buaian duniawi. Kadang aku merasa terpuruk, enggan untuk beranjak. Tanda tanya masih saja berkelebat dan mengisi setiap ruang ingatan yang tersisa "Jerat, kapan kau melepaskanku? Aku sudah lelah menjadi seorang Hamba yang kian kufur dan melawan arus fitrah. Harus berapa kali ku titi jalanan baru yang terjal guna meraih maghfirah-Nya?" Beberapa waktu kutahan amarah, tapi rasanya kini dinding pertahananku sudah terlanjur pecah. Wahai rumput liar yang tumbuh di ladang petani, aku sudah melarangmu keluar dari bawah tanah, sudah kujauhkan pula pupuk dan air yang senantiasa menyiangi dan menyirami tanaman di sekitarnya. Ki

Review

Tepat 3 tahun sudah kakiku kokoh menginjak tanah Kota Kembang. Awalnya tidak mudah, namun ternyata dunia kampus benar2 sudah mulai melabelkan diri sebagai kata yang sangat menyenangkan kala didengar oleh kedua telinga. Haru biru bercampur suka cita mengingat betapa lugu dan polosnya diriku dulu, betapa kini segalanya terasa dan terlihat jauh berbeda. Aku yang mulai memahami seluk beluk perpolitikan kampus, rasanya sudah mulai dewasa menyikapi perbedaan2 ideologi yang terlanjur mendera antara aku dan kawan2ku. Aku yang frontal dan cenderung arogan ini, sungguh bersyukur ditakdirkan berada di lingkungan yang memiliki level kritis dan pengamat luar biasa. Kota Kembang, kota bersejarah untuk jiwa2 yang haus akan masa bertuah. Kawan, sudah sekian hari kunikmati statusku sebagai anak kosan. Kurasa kenakalanku belum jera, sebab masih kudapati kedua kaki ini asik menelusuri trotoar2 jalanan hanya karena ambisi kedua mata menatap gemerlap lampu2 malam. Kenakalan ini diperparah dengan bert

Mahasiswa (Di) Kampus

Duh, seperti melengkapi hari dengan kepingan rindu. Diam-diam, si ceriwis yang sekian lama dikungkung mulai berani untuk mengeluarkan diri. Tahukah kau kenapa? Karena ia sudah mulai menemukan zona nyamannya. Kuakui, menyenangkan sekali bisa menjalin komunikasi dengan relasi yang kiprahnya segudang. Aku mulai kenal dengan para tokoh kampus yang hobinya membolak balik isu, bahkan bahasan yang berujung debat dibabat habis dengan kata-kata mantap bak ombak menabrak karang. Kadang tawaku tak tertahan, pun dalam hati kian bertanya, begitu banyak yang kita bahas namun posisi badan masih sama seperti sedia kala. Tak ada pergerakan, tak ada aksi. "Ini adalah debat kusir", begitu kata seseorang menimpali. Tapi ada juga, sahabat2ku yang lain, yang karakternya sungguh jauh berbeda. Mereka tidak suka berdebat, bahkan terbilang benci berdiskusi. Diberi topik sebaris, antipatinya sudah sampai satu buku tamat habis. "Untuk apa banyak mengkaji? Kalo ikhwah kajian terus, kapan b

Cinta Dalam Diam

Cintailah ia dalam diam, dari kejauhan, dengan kesederhanaan dan keikhlasan… Ketika cinta kini hadir tidaklah untuk Yang Maha Mengetahui saat secercah rasa tidak lagi tercipta untuk Yang Maha Pencipta izinkanlah hati bertanya untuk siapa ia muncul dengan tiba-tiba… mungkinkah dengan ridha-Nya atau hanya mengundang murka-Nya… Jika benar cinta itu karena Allah maka biarkanlah ia mengalir mengikuti aliran Allah karena hakikatnya ia berhulu dari Allah maka ia pun berhilir hanya kepada Allah.. “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz Dzariyat: 49) “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ” (QS. An Nuur: 32) “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Di

Penuhi Hak Kami (?)

Bismillaah Hari ini saya khususkan tulisan ini sebagai edisi curhat. Sekedar melepaskan kata-kata yang terlanjur tercekat di tenggorokan, tidak nyaman untuk dikeluarkan namun terlalu menyakitkan untuk ditahan. Ah, apalah daya seorang hamba? Saya lebih memilih mengurangi rasa sakit dibanding mempedulikan keseganan u_u Beberapa hari ini saya mulai sering mengintip layar laptop, menelusuri satu per satu status yang berseliweran di timeline facebook. Adakalanya potongan kotak itu saya acuhkan, tapi tak jarang juga saya perhatikan dengan seksama dan perlahan. Kawan, akhir-akhir ini saya merasakan gejolak yang luar biasa. Ada 2 topik besar yang memang tengah digandrungi masyarakat, yaitu terkait hasil Pilpres 2014 dan Solidaritas untuk Rakyat Palestina. Tak dinyana lagi, kedua topik ini memang punya pengaruh luar biasa, baik secara psikis, politik, dan lain sebagainya. Namun, maafkan saya, tulisan ini tidak dibuat untuk membahas tuntas informasi lengkap seputar topik2 ter

Tazkiyatun Nafs

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18) Ayat di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok. Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah,  mu’aqabah dan mujahadah. Mu'ahadah Mu'ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali

Mujahadatun Nafs

MAKNA MUJAHADATUN NAFS SECARA ETIMOL OGIS Mujahadatun nafsi adalah susunan idhofah (kata majmu’) yang terdiri dari Mudlaf  (kata yang disandarkan) yaitu mujahadah, dan mudlaf ilahi (kata yang dijadikan sandaran) yaitu an-nafsi. Mujahadah menurut Ibnu Manzhur dalam Lisanul ‘Arab adalah: Menyapih jiwa dari syahwat dan melepaskan hati dari angan-angan rusak serta syahwat. Nafs dalam Bahasa Arab bermakna ruh, hati, hakikat, dzat sesuatu (Lisanul Arab), kebesaran, kesombongan, kebanggaan, obsesi, inti, dan harga diri. MAKNA MUJAHADATUN NAFS SECARA TERMINOLOGIS Memerangi jiwa yang selalu menyuruh berbuat buruk dengan cara memaksanya melakukan hal-hal yang berat, namun diperintahkan dalam syari’at (Dikutip dari At-Ta’rifat : 263 secara ringkas dan dengan sedikit perubahan). Ada pembagian lain mengenai jiwa sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Jurjani, yaitu jiwa nafs nabatiyah , nafs insaniyah , nathiqah dan lain sebagainya. Al-Munawi berkata, “Dinyatakan bahwa mujahad