Semburat orange itu datang tak malu-malu, elok sekali dipandang. Ditemani kawanan anak burung yang mencicit minta makan, gerombol awan yang melayang anggun, pesona langit semakin nampak di ketinggian. Aku mendesah, rupanya hatiku masih terpaut dengan keindahan panorama di luar jendela sepetak kamar pengap ini. Senyumku tak tertahan. Tidak sampai sepuluh detik. Tetiba hatiku pilu. Memori menyerbuku dengan banyak kenangan tentangnya, Kak Andi yang selalu kurindu. Aku ingat bagaimana rupanya, balita berbadan subur, kulit putih, rambut keriting dan hitam legam, mata sayu, serta hidung yang selalu ingusan. Dialah kakakku, yang ternyata harus mendahului kami pergi ke pelabuhan. Entah mengapa, tega sekali dia pergi dalam kedamaian. Sendirian, Aku dilanda resah berkepanjangan. Ingin sekali kugamit lengannya dan meminta banyak saran. Selama ini, aku terlanjur berada di bawah bayang-bayangnya. Jika begini, Kak Andi akan apa? Jika begitu, Kak Andi akan bagaimana? Seolah hidupku ter
Merekah di antara karunia, Lillah...