Tengah malam Tisya terbangun. Dia gelisah karena haus. Aku langsung menyodorkannya air minum di botol, lalu menyusukannya agar dia kembali terlelap. Sambil mengerjapkan mata, baru aku tersadar bahwa lelakiku masih di sana, bersender pada dinding kamar sambil memainkan benda persegi panjangnya. "Belum bobok, By?" tanyaku. "Belum. Belum ngantuk," jawabnya. Sontak kudekati dia. Kupandangi wajahnya. "Kenapa? Ini udah malem banget, loh." Lagi, aku bertanya sambil mengingatkannya bahwa jam sudah menujuk angka 12.30 WIB. "Mimihnya udah bobok. Aku gak ada temen ngobrol. Kalau ngobrol sama Mimih kan bisa ngantuk." Aku hanya bisa tersenyum. Pelan kuajak dia merebahkan diri, mengusap rambutnya, lalu membacakannya doa sebelum tidur. Tak berselang lama terdengar suara dengkuran halusnya, dia pun terlelap. Masya Allah, lelaki ini, yang tiga tahun lalu dengan gagah berani memintaku pada kedua orang tuaku. Dia yang tak pernah kukenal se
Merekah di antara karunia, Lillah...