Hai, Nak, apa yang sedang kamu pandangi di luar sana?
Apakah juga ingin kamu tembus kaca itu?
Kamu tahu, Nak, saat kamu lahir Bunda tidak bisa langsung menyusuimu. Bunda lemah saat itu. Di kala Bunda masih bersimbah darah, kamu dibaringkan di kotak kaca. Tak lama, kamu dijauhkan dari jangkauan Bunda. Mereka bilang kondisimu belum stabil, hingga Bunda berpikir, apakah semua itu karena kesalahan Bunda?
Saat kamu Bunda bawa pulang, kamu tertidur nyenyak di dalam dekapan Bunda. Bunda merasa seperti membawa harta yang amat berharga. Bunda takut kedua lengan Bunda tetiba lemah dan membuatmu terjatuh, atau malah justru terlalu kuat mendekapmu. Tidak tergambar bagaimana rasa Bunda saat itu, bahagia bercampur takut.
Di kali pertama Bunda memandikanmu, kamu menjerit. Ah, apakah Bunda melakukan kesalahan? Apakah Bunda membuatmu tidak nyaman? Oh Tuhan, Bunda seketika terburu-buru menyelesaikan apa yang harus Bunda selesaikan. Bunda basuhi kamu dengan air hangat, mengolesimu sabun, lalu membalutmu dengan selembar handuk. Saat itu kamu mulai tenang, dan sungguh itu membuat Bunda amat bahagia. Bunda merasa menjadi manusia yang amat berguna.
Hanya satu bulan usiamu, saat Bunda paksakan kamu menyusu langsung. Kamu tahu, Nak, sejak kamu pulang dari RS kamu hanya mau minum susu dari botol? Bunda sangat kesulitan saat itu. Tetapi lebih sulit lagi melihatmu menjerit tidak mau menyusu. Hingga tidak terasa Bunda menitikkan air mata melihatmu tertidur dalam kondisi sesenggukkan setelah menangis lama. Bunda merasa menjadi seorang Ibu yang amat kejam. Tiga hari Bunda menguatkan hati, hingga titik terang itu datang, kamu mau menyusu, Nak. Bunda amat bahagia. Terlalu bahagia, hingga tanpa sengaja Bunda tunjukkan pada orang-orang bahwa betapa hebatnya dirimu; Kamu adalah anak yang sangat kuat.
Usiamu beranjak empat bulan, namun tak kunjung Bunda lihat tanda-tanda bahwa kamu mampu mengangkat kepala dengan tegak. Lagi, Bunda berpikir, apakah itu kesalahan Bunda? Apakah Bunda kurang pandai mengajarimu? Dokter bilang itu karena kamu lahir prematur. Katanya, Bunda harus lebih bersabar dengan perkembanganmu yang mungkin saja jadi lebih lambat. Tapi Bunda tidak mau menyerah, Nak. Bunda paksa kamu berbaring terbalik setiap pagi dan sore hari. Kamu kerap menangis saat itu, hingga membuat hati Bunda hancur. Tapi Bunda tetap menguatkan hati, Bunda tahu ini semua demi kebaikanmu. Dan ya, selang satu bulan sejak itu kamu akhirnya benar-benar bisa melakukannya. Bahkan, setelah itu kamu mampu mengejar banyak ketertinggalan. Kamu memang anak Bunda yang sangat hebat.
Saat pertama kali kamu merangkak, kamu tertawa bahagia. Kamu menggapai semua benda di dekatmu, membuat Bunda kewalahan karena terus berusaha menghindarkamu dari benda-benda yang mungkin berbahaya. Kamu sangat lincah bergerak kesana-kemari, dan Bunda terus mengikutimu. Bunda tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah karena harus fokus mengawasimu, tapi itu tidak masalah, melihat tawamu adalah aktivitas terindah dan menyehatkan bagi Bunda. Masya Allah, Nak, Bunda semakin bangga padamu.
Beberapa waktu berlalu, kamu mulai mampu menyapu langkah. Satu demi satu jarak kamu ambil, semakin lama semakin menjauh, hingga tidak terasa kamu mulai lebih senang pergi keluar rumah. Kamu senang mengejar-ngejar sesuatu, mengambil kerikil di tanah, menyapa orang-orang yang lewat, juga memanggil motor dan mobil kala melintas di depanmu.
Hingga akhirnya, di sanalah kamu saat ini. Kamu mulai senang menempatkan diri di balik tirai jendela, memandangi teman-teman sebayamu yang bisa dengan bebas kapan saja bermain di luaran sana, sedang kamu tidak. Dan Bunda? Bunda hanya bisa memandangmu dengan wajah sendu. Ah, apakah Bunda bersalah karena tidak bisa menemanimu? Apakah Bunda adalah Ibu yang buruk karena tidak bisa memenuhi keinginanmu?
Bertumbuhlah besar dan bersabar, Nak, suatu saat kamu akan lebih sering di sana, di luar kaca itu. Suatu saat mungkin malah Bunda yang akan menggantikan tempatmu, memandangimu dari balik tirai dan berharap bisa ikut membersamaimu.
Comments
Post a Comment