Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2014

Random

*Tertulis 12 September 2014 Pagi tadi kamar kosan terasa berbeda. Aul, yang setiap pagi terbiasa berisik dengan handphone -nya dan selalu pula berhasil membuatku terlonjak bangun, tetiba tidak kutemukan di sudut manapun. Aku mendesah pelan, rasa2nya aku mulai merindukan sosoknya. Kutengok jam di dekat jendela, jarum menunjuk waktu tepat pukul 05.40 WIB. Ah, aku kesiangan! Anehnya, aku yang biasanya sontak berdiri dan bergegas ke kamar mandi, kini malah tak acuh menanggapi waktu. Bukannya berbenah, perhatianku justru teralihkan ke layar handphone , berharap dia mengirimkan sesuatu pesan di sana. Tapi, tak ada apapun. Ooooh, aku semakin malas pergi ke kampus -,- Aku masih ingat berangkat ke kampus pukul 7 kurang 8 menit, sedang perkuliahan dimulai pukul 7 pagi. Aku tahu persis, untuk sampai ke gedung GKU Timur lantai 2 butuh waktu sekitar 20 menit dari kosan jika ditempuh dengan berjalan kaki. Anehnya (lagi), angkutan umum yang lewat tak kuhentikan sama sekali. Aku sudah

Sepenggal Siang Melankolis

Siang itu, aku dan seorang sahabatku, tengah duduk manis di teras aula. di hadapan kami ada seonggok stik es krim dan satu botol lem fox yang isinya tinggal setengah bagian. Dia asik membongkar pasang stik2 es krim tersebut menjadi suatu jembatan, sedang aku malah terbenam dalam lamunan ketidakjelasan. "Wah, susunannya rapi dan mulai keras" kataku sambil mengayunkan susunan es krim yang membentuk alas jembatan. Dia tidak menoleh, hanya terus asik merangkai dan melapiskan lem. Tapi kentara sekali, pancaran wajahnya menunjukkan bahwa dia cukup puas dengan hasil karyanya. Tiba2 saja dengan penuh kesengajaan, aku menengadahkan wajahku ke atas. Di depan kami ada tembok tinggi membentuk tangga. Di sepanjang lengan tangga di atasnya banyak ditanam pohon pinus, pohon kelapa serta beberapa spesies pohon pepaya. Saat itu angin bergerak hilir mudik, menari-nari di atas kami. Angin sepoi itu menerbangkan helaian daun hingga menyebabkan sebagian daun pinus rontok dan menubruk di a

Mungkin

"Kamu ingat itu?" katanya sambil menunjuk ke arah sesuatu di belakangku. Kuputar bola mata mengikuti arah gerak telunjuknya, hingga sampailah perhatianku pada sebuah bangunan tua. Sebuah gedung bertingkat tiga dengan dinding masih berlapiskan semen dan pasir. Abu-abu. Belum jadi. Aku mencoba menerka. Memoriku mencoba mengingat kembali. Sayang, hasilnya nihil. Kugelengkan kepala untuknya. Dia, si pemandu, hanya mendesah pelan. Sore itu, kami berjalan menelusuri sebuah jalanan yang terasa asing bagiku. Aku lebih banyak diam, di dalam kepalaku ada banyak hal yang terasa masih mengganjal dan butuh perhatian. Sedangkan dia, sahabatku yang mengusulkan perjalanan ini, tengah asik menggandrungi setiap momen dan 'artefak' masa lalu yang entah mengapa tidak bisa kuingat meski hanya satu. "Sih, kamu mikirin apa sih?" dia mulai protes. Aku balas tersenyum, berharap dia tidak marah. "Kamu dari tadi diam, entah dengerin aku ngomong atau enggak. Kamu

Penantian

Sore itu kami termenung, duduk terpaku di atas anak tangga koridor timur Salman. Aku diam, dia yang sedari tadi duduk di depan menatapku tajam dan sesekali tangannya bergerak memelintir kerudungku yang kusut berantakan. Hati kecilku menduga bahwa dia mulai tak sabar. "Jadi gimana?" tanyanya, lagi, setelah sekian lama pertanyaan itu hanya terlontar dan mengisi kekosongan ruang di antara kami. "Kamu nyerah?" tegasnya. Ah, tenggorokanku tercekat dan kedua mataku terasa panas. Aku yakin, sebentar lagi air asin itu akan keluar juga. Kuputuskan diam. lagi. Dalam sekian detik air mukanya mulai berubah. Dan benar saja, tangisnya hadir mendahului jawabanku. Aku tak tahan, ingin sekali kucengkeram wajahku sendiri dan berteriak sekencang-kencangnya. Kekuatan yang sekian lama kupupuk, entah mengapa justru menghilang di saat seperti ini. Kawan, bukan saja kau sebagai pendengar, tapi begitu mengertinya dirimu akan kesedihan yang kini menderaku. Tapi apa dayaku? Pi

Rumput Liar

"Sesungguhnya bukan tentang kepada siapa kebencian ini berlabuh, melainkan karena sebab dan akibat yang ditimbulkannya" Kawan, masih ingatkah kau tentang rapuhnya iman jika disandingkan dengan sebuah hasrat? Bukan hasrat untuk senantiasa memperbaiki dan mendekatkan diri pada Ilahi, melainkan hasrat yang hanya berdasar pada kenyamanan dan buaian duniawi. Kadang aku merasa terpuruk, enggan untuk beranjak. Tanda tanya masih saja berkelebat dan mengisi setiap ruang ingatan yang tersisa "Jerat, kapan kau melepaskanku? Aku sudah lelah menjadi seorang Hamba yang kian kufur dan melawan arus fitrah. Harus berapa kali ku titi jalanan baru yang terjal guna meraih maghfirah-Nya?" Beberapa waktu kutahan amarah, tapi rasanya kini dinding pertahananku sudah terlanjur pecah. Wahai rumput liar yang tumbuh di ladang petani, aku sudah melarangmu keluar dari bawah tanah, sudah kujauhkan pula pupuk dan air yang senantiasa menyiangi dan menyirami tanaman di sekitarnya. Ki