Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2017
Suara saya mulai serak. Setiap kali berbicara rasanya lebih melelahkan dibanding menyapu dan mengepel rumah. Mungkin ini juga patut disyukuri, sebab karenanya saya mulai mengurangi kebiasaan saya menyanyi keras-keras hehe. Masya Allah, hikmah Allah itu banyak sekali. Sayang, adakalanya saya membayangkan diri saya sedang duduk di atas batu besar. Di hadapan saya hamparan laut luas membentang. Di bawah saya nampak bukit-bukit kehijauan, juga bunga-bunga yang mekar beragam warna. Angin sepoi mendorong dan menarik kerudung saya. Dari jauh, saya bisa mendengar suara alam bergemerisik, terutama burung-burung kecil yang saling sahut bernyanyi. Kini ketika sakit, bayangan itu lebih sering muncul. Bukan apa, sekadar untuk memotivasi diri agar segera sembuh. Dan ketika sembuh nanti, insya Allah, saya akan benar-benar berada di tempat seperti itu. Mungkin di Lombok? Bali? :D

Sakit Membuat Belajar

Terkadang, kesembuhan bukan didapatkan dari seberapa banyak obat yang telah kamu minum, melainkan dari seberapa besar tekadmu untuk sembuh serta seberapa luas kamu membuka pikiranmu. Saya mengalaminya baru-baru ini. Tepatnya selama 2 pekan lalu, ketika saya sakit dan kondisi sembuh tak urung didapat. Saya telah mendatangi 2 dokter di 2 rumah sakit berbeda, mencoba berbagai resep, meminum berbagai obat alternatif. Tetap saja, qadarullah, hasilnya nihil. Justru, bagaimana entah saya merasa semakin tidak nyaman dengan tubuh saya sendiri. Ditambah, kondisi psikis juga turut campur aduk seiring perubahan suhu badan saya. Pernah beberapa kali, saya tiba-tiba membentak adik saya hanya karena masalah kecil, atau juga ngambek kepada suami saya hanya karena dia terlihat asik main games di handphone. Padahal jika dipikir lagi, betapa baiknya adik saya. Selama saya sakit, dia selalu berinisiatif memotong buah dan menyajikan susu atau madu untuk kakaknya ini. Soal makan, dia tidak pernah nek
Saya teringat seorang kawan. Kami sering menghabiskan waktu berdua, sekadar bersender di punggung masing-masing sambil membaca, atau berceloteh mengenai sejarah para Sahabat di masa kejayaan Islam dahulu. Pernah pada suatu hari, saya bertanya dengan santai padanya, "Aku tahu nilai akademikmu tinggi, kenapa kamu tidak berusaha meniti karir yang bagus di luar Bandung?". Dia, yang tak perlu saya sebutkan namanya, memang sering membuat saya merasa heran. Dia ini tak pernah neko-neko soal pekerjaan. Saya sering melihatnya hilir mudik di tempat kerja, begitupun di waktu libur masih dia habiskan untuk bekerja, padahal upah yang dia dapat sangat jauh dari kata layak menurut saya. Bahkan belakangan saya tahu, beberapa kali dia mengeluarkan uang dari dompet pribadi untuk membeli perlengkapan kerja yang terkadang tidak disediakan di kantornya. Pada saat itu, saya merasa bahwa saya berkewajiban menumbuhkan mimpi dalam dirinya. Dia punya potensi besar, maka dia harus mencari lingkungan
Aku mendengar gemuruh pesawat di ketinggian. Tiada bunyi indah yang tertangkap, melainkan telingaku terasa pekak. Apa yang sedang kulakukan? Aku pun tak tahu. Hanya mengikuti hasrat si tubuh, yang sedari tadi terduduk atau berjalan sambil memandang foto2 lama. Aku mulai merasa frustasi, bersebab tidak adanya nilai manfaat atas 7 jam yang telah kuhabiskan. "Tidak apa," hatiku membenarkan "Sekali-kali kita bernostalgia tidak ada salahnya". Mataku sibuk mencari pena. Ingin sekali menulis kata-kata indah, untuk dia, suamiku. Tetapi rasaku sedang terlalu kecut, apakah ini bersebab demam di 5 hari kemarin? Ya, bisa jadi, perasaan tak menentu ini juga efek demam. Langkahku gontai juga efek demam. Hatiku mawas juga efek demam. Atau, ah! Mungkin juga itu semua hanya pembenaran untuk menyenangkan rasa bersalah karena menghabiskan waktu untuk kesia-sian.