Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017
Sayang, siang sungguh terik. Dari sudut jendela ini, kulihat jalanan memuai. Dedaunan layu. Debu bergulung-gulung terbang sesuai arah angin. Ah, air kelapa mungkin akan sedikit meninggalkan rasa segar di tenggorokan. Sayang, kau masih saja menutup mata sejak pukul 2 tadi. Merebahkan diri di antara gemerisik gorden dan panasnya ruang ini, mengabaikan selimut tebal yang kini tersampir di balik punggungmu. Kelopak matamu sayu. Kau nampak lelah, terkungkung oleh pegal yang menyiksa sejak kemarin sore. Sedang aku disini. Masih dan akan tetap menatapmu sampai kau membuka mata. Terbuai oleh kenikmatan menatap lekat wajahmu yang teduh, yang mampu menggetarkan hati dan menggenapkan rasa. Oh Tuhan, betapa besar Engkau memberi keridhaan pada sepasang manusia yang sedang membangun cinta ini...
Suara saya mulai serak. Setiap kali berbicara rasanya lebih melelahkan dibanding menyapu dan mengepel rumah. Mungkin ini juga patut disyukuri, sebab karenanya saya mulai mengurangi kebiasaan saya menyanyi keras-keras hehe. Masya Allah, hikmah Allah itu banyak sekali. Sayang, adakalanya saya membayangkan diri saya sedang duduk di atas batu besar. Di hadapan saya hamparan laut luas membentang. Di bawah saya nampak bukit-bukit kehijauan, juga bunga-bunga yang mekar beragam warna. Angin sepoi mendorong dan menarik kerudung saya. Dari jauh, saya bisa mendengar suara alam bergemerisik, terutama burung-burung kecil yang saling sahut bernyanyi. Kini ketika sakit, bayangan itu lebih sering muncul. Bukan apa, sekadar untuk memotivasi diri agar segera sembuh. Dan ketika sembuh nanti, insya Allah, saya akan benar-benar berada di tempat seperti itu. Mungkin di Lombok? Bali? :D

Sakit Membuat Belajar

Terkadang, kesembuhan bukan didapatkan dari seberapa banyak obat yang telah kamu minum, melainkan dari seberapa besar tekadmu untuk sembuh serta seberapa luas kamu membuka pikiranmu. Saya mengalaminya baru-baru ini. Tepatnya selama 2 pekan lalu, ketika saya sakit dan kondisi sembuh tak urung didapat. Saya telah mendatangi 2 dokter di 2 rumah sakit berbeda, mencoba berbagai resep, meminum berbagai obat alternatif. Tetap saja, qadarullah, hasilnya nihil. Justru, bagaimana entah saya merasa semakin tidak nyaman dengan tubuh saya sendiri. Ditambah, kondisi psikis juga turut campur aduk seiring perubahan suhu badan saya. Pernah beberapa kali, saya tiba-tiba membentak adik saya hanya karena masalah kecil, atau juga ngambek kepada suami saya hanya karena dia terlihat asik main games di handphone. Padahal jika dipikir lagi, betapa baiknya adik saya. Selama saya sakit, dia selalu berinisiatif memotong buah dan menyajikan susu atau madu untuk kakaknya ini. Soal makan, dia tidak pernah nek
Saya teringat seorang kawan. Kami sering menghabiskan waktu berdua, sekadar bersender di punggung masing-masing sambil membaca, atau berceloteh mengenai sejarah para Sahabat di masa kejayaan Islam dahulu. Pernah pada suatu hari, saya bertanya dengan santai padanya, "Aku tahu nilai akademikmu tinggi, kenapa kamu tidak berusaha meniti karir yang bagus di luar Bandung?". Dia, yang tak perlu saya sebutkan namanya, memang sering membuat saya merasa heran. Dia ini tak pernah neko-neko soal pekerjaan. Saya sering melihatnya hilir mudik di tempat kerja, begitupun di waktu libur masih dia habiskan untuk bekerja, padahal upah yang dia dapat sangat jauh dari kata layak menurut saya. Bahkan belakangan saya tahu, beberapa kali dia mengeluarkan uang dari dompet pribadi untuk membeli perlengkapan kerja yang terkadang tidak disediakan di kantornya. Pada saat itu, saya merasa bahwa saya berkewajiban menumbuhkan mimpi dalam dirinya. Dia punya potensi besar, maka dia harus mencari lingkungan
Aku mendengar gemuruh pesawat di ketinggian. Tiada bunyi indah yang tertangkap, melainkan telingaku terasa pekak. Apa yang sedang kulakukan? Aku pun tak tahu. Hanya mengikuti hasrat si tubuh, yang sedari tadi terduduk atau berjalan sambil memandang foto2 lama. Aku mulai merasa frustasi, bersebab tidak adanya nilai manfaat atas 7 jam yang telah kuhabiskan. "Tidak apa," hatiku membenarkan "Sekali-kali kita bernostalgia tidak ada salahnya". Mataku sibuk mencari pena. Ingin sekali menulis kata-kata indah, untuk dia, suamiku. Tetapi rasaku sedang terlalu kecut, apakah ini bersebab demam di 5 hari kemarin? Ya, bisa jadi, perasaan tak menentu ini juga efek demam. Langkahku gontai juga efek demam. Hatiku mawas juga efek demam. Atau, ah! Mungkin juga itu semua hanya pembenaran untuk menyenangkan rasa bersalah karena menghabiskan waktu untuk kesia-sian. 

Pupus

Senja, kulihat semburat kuning di antara ketinggian langit melapis putih yang semula terhampar di sana menutup luka di belahan hati seorang gadis membuatnya lupa bahwa ia telah merintih semalam penuh Gadis malang, ia ingin merasakan kembali waktu kala setapak kaki menjadi penanda untuk berbahagia menyungging senyum yang bagaimana entah tidak bisa ditahan jantungnya, bagai ditepuk di antara bantalan lembayung bahkan angin, mampu membuatnya tersipu dan menyembunyikan diri di antara bilik bambu Lihatlah, burung camar meliuk melintas alam membawa jauh mimpi si gadis kapan dan di mana entah camar itu berhenti tiada yang tahu Pukul 6, kala kegelapan menutup langit mata si gadis membelalak terlampau lama tertunduk, ia menyeret langkah gontainya kembali menuju luka juga rintihan malam ini sumber

To be Trusted

The more you need someone, the more you need to be trusted . Saya penggemar serial Castle. Setiap pukul 22.30 WIB channel FOX menampilkan serial tersebut dengan durasi hanya 1,5 jam. Selain jadwal tayang yang menurut saya terlampau larut (setidaknya untuk saya), tidak ada yang membuat saya kecewa dengan isi cerita apalagi sang pemeran utama. Saya suka bagaimana Nathan Fillion membuat peran Richard Castle sebagai penulis thriller begitu hidup dan anehnya membuat saya jatuh cinta, saya suka bagaimana Stana Katic membuat tampilan Kate Beckett sebagai detektif perempuan dominan begitu atraktif dan seksi (Oh, sesunggunya saya tidak nyaman mendeskripsikan perempuan dengan kata ini).  Yeah, I love everything about Castle . sumber Hingga beberapa waktu lalu, ketika serial ini memasuki season 8. Tidak seperti season lain yang didominasi oleh kasus kriminalitas, pada season ini kisah percintaan Castle dan Beckett menjadi lebih vulgar dan sedikit emosional. Misalnya, tentang Becke

I Want to be a Full-Time Mom

I want to be a full-time Mom... Hehe entah kenapa pagi ini kalimat tersebut yang tersirat. Dan entah sejak kapan pula kalimat itu mulai ada. Sebenarnya, berdasar banyak artikel yang saya baca belakangan, tidak ada istilah full-time , half-time , bahkan working-Mom . Sebab, bagaimanapun dan seperti apa pun aktivitas yang dilakukan seorang ibu, dia akan tetap menjadi ibu yang utuh bagi anak-anaknya. Di depan laptop, bepergian, berbelanja, bahkan ketika tertidur; pikiran mengenai anak-anaknya selalu muncul di dalam kepala. Saya tergelitik karena tiba-tiba teringat tuntutan lingkungan kepada saya, baik dari orang-orang terdekat hinga orang-orang yang baru saya kenal satu menit di jalan. Sebagian percakapan yang terjadi kurang lebih seperti ini: Orang lain : "Kuliah di mana, Mbak?" Saya : "Di ITB, Mbak/Mas" Orang lain : "Sudah lulus?" Saya : "Alhamdulillah sudah" Orang lain : "Wah enak banget ya bisa dapet kerjaan yang n

Untukmu, Anakku...

Anakku, jika kini engkau tengah berjuang untuk menjadi manusia yang utuh, teruskanlah. Aku menunggumu, sama besarnya penungguanku itu seperti hari-hari yang telah lalu. Anakku, jika kelak engkau dapati aku marah, ketahuilah bukan semata-mata aku benci padamu. Aku menyayangimu, dan rasa itu tak akan berubah meski hidupku tak utuh lagi. Aku ingin engkau tumbuh purna, memiliki ruang besar untuk mengembangkan diri, menuai prestasi sebanyak yang engkau mampu. Aku ingin engkau tumbuh jauh-sangat jauh-lebih baik dibanding aku, ibumu. Maka maafkanlah ibumu ini, biarkan aku mendidikmu sedikit lebih keras. Sedikit saja... Anakku, jika kelak engkau dapati aku terdiam, ketahuilah bukan karena berbicara denganmu terasa membuang-buang waktu. Aku hanya ingin berpikir dan terus berpikir, bagaimana caranya aku dapat memberitahumu bahwa apa yang telah engkau lakukan kurang tepat. Hati dan pikiranmu sangat berharga, dan aku tidak ingin merusaknya hanya karena lidahku yang tandus. Anakku

Tik Tok Tik Tok

Namaku Asih Purnamasari, 3 hari lagi usiaku menginjak 23. Akhir-akhir ini aku semakin banyak merenung, "Ya Tuhan, usiaku semakin tua, adakah amalku Engkau terima?" Laiknya pemuda masa kini, aku ingin menjadi seseorang yang menuai sukses sejak usia dini. Dulu aku sempat menuliskan, tahun 25 aku harus lulus Apoteker dan S2 di bidang bisnis. Jika tidak salah ingat, setelahnya aku ingin memberikan waktu kepada diriku sendiri selama 2 tahun untuk berkarir di luar pulau Jawa. Aku ingin merantau ke berbagai daerah, memberikan ruang kepada diriku sendiri untuk melihat dunia melalui kaca lingkungan kerja, memuaskan hasrat diri untuk melakukan perjalanan jauh sejak dahulu. Usia 27, kataku, 'mungkin' aku akan menikah, setelah memastikan bahwa aku benar-benar yakin dengan pilihanku dan aku siap menerima pasanganku. Usia 40, saatnya aku mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat, sesuai dengan idealismeku dalam mengimplementasikan perintah Allah berbuat baik terhadap sesam

Butuh Teman

Hi dear, sudah lama sekali sejak terakhir kali aku menulis... Setelah hengkang dari status sebagai wanita single nan sibuk beraktivitas di Bandung, aku berganti diri menjadi seorang istri yang sehari-hari menghabiskan waktu hanya di dalam rumah. Aku melamar beberapa pekerjaan, tetapi belum ada yang sesuai dengan keinginan. Aku memulai bisnis kecil, tetapi kemudian aku sadar bahwa pun untuk skala rumahan, tetap saja banyak hal yang harus dipikir dan siapkan. Ketika menulis postingan ini, aku sedang menikmati sepiring nasi goreng beserta lauk-pauknya, juga segelas teh yang kuseduh sejak pagi dan kini terasa amat hambar. Handphone-ku tergeletak di samping laptop, enggan kusentuh. Aku masih mengenakan daster tadi pagi, malas sekali berganti pakaian sekadar untuk memuliakan diri menjadi wanita yang bersih dan wangi. Dan dendang lagu yang kudengarkan, hmmm...membuatku semakin risih saja memulai Senin pekan ini. Dear, kupikir aku tengah mengalami sindrom peralihan peran. Ada wak