Namaku Asih Purnamasari, 3 hari lagi usiaku menginjak 23. Akhir-akhir ini aku semakin banyak merenung, "Ya Tuhan, usiaku semakin tua, adakah amalku Engkau terima?"
Laiknya pemuda masa kini, aku ingin menjadi seseorang yang menuai sukses sejak usia dini. Dulu aku sempat menuliskan, tahun 25 aku harus lulus Apoteker dan S2 di bidang bisnis. Jika tidak salah ingat, setelahnya aku ingin memberikan waktu kepada diriku sendiri selama 2 tahun untuk berkarir di luar pulau Jawa. Aku ingin merantau ke berbagai daerah, memberikan ruang kepada diriku sendiri untuk melihat dunia melalui kaca lingkungan kerja, memuaskan hasrat diri untuk melakukan perjalanan jauh sejak dahulu. Usia 27, kataku, 'mungkin' aku akan menikah, setelah memastikan bahwa aku benar-benar yakin dengan pilihanku dan aku siap menerima pasanganku. Usia 40, saatnya aku mendirikan sebuah lembaga swadaya masyarakat, sesuai dengan idealismeku dalam mengimplementasikan perintah Allah berbuat baik terhadap sesama. Usia 60, pikirku, jika Allah masih mengamanahiku waktu, aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersama cucu-cucuku, menceritakan perjuangan buyutnya dulu, membesarkan dan menyekolahkan anak mereka di tengah gersangnya lapangan kerja dan rintihan perut yang terus memburu.
Allahu akbar, alangkah mudah Allah membuat skenario untukku. Bukan usia 27, melainkan di tahun ke-22 aku dipertemukan dengan belahan hati, seseorang yang kini amat kucintai. Tentang rencana lanjutan studi, sampai kini masih kugenggam erat. Aku tidak mungkin membatasi diriku sendiri untuk meraih pendidikan tinggi, apalagi sekonyong-konyong menyerah dengan alasan telah berumah tangga. Pun soal karir dan keinginan melakukan perantauan, aku yakin Allah telah menyiapkan sesuatu yang lebih indah dari apa yang kurencanakan pada mulanya...
Meski demikian, sesungguhnya, bukan itu yang membuat ganjalan. Aku tak pernah memandang mimpiku sebagai sesuatu yang absolut. Aku mengerti bahwa ketetapan Allah itu adalah nyata, dan mutlak manusia hanya bisa menyuratkan rencana (tok). Akan tetapi, tentang kualitas keimanan yang menurutku merupakan titik terang di antara banyaknya ujian dan tanda tanya takdir, merupakan sesuatu yang patut aku risaukan.
Usia 23, tentu sudah bukan lagi usia muda, meski tidak juga bisa disebut sudah tua. 23 tahun menjalani hidup, ditetapkan sebagai manusia yang terlahir dari kedua orang tuaku, hidup di lingkungan yang membesarkan nama dan menorehkan banyak kenangan, adakah satu saja yang telah kulakukan mendapat tempat di sisi Rabb-ku?
3 hari lagi usiaku 23. Aku tidak tahu sampai kapan Allah akan mengulur waktu pertemuan kami, entah esok, lusa, bahkan detik ini. Aku takut tidak punya bekal. Aku takut keburukanku mempermalukan diriku sendiri di hadapan Dia, Tuanku. Aku takut tidak sempat menjadi seseorang yang baik, karena sibuk menghitung waktu dan keuntungan hidup.
Ah, rasanya takut mengingat kematian, pedih membayangkan perpisahan, gelisah mengingat amal perbuatan...
Bismillahi tawakkaltu 'alallah...
Comments
Post a Comment