“Hai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa
(orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18)
Ayat
di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan
perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat
bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat
di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar
mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok.
Syeikh
Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada
kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan
cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah, mu’aqabah dan mujahadah.
Mu'ahadah
Mu'ahadah
yakni mengingat dan mengokohkan kembali perjanjian kita dengan Allah SWT di
alam ruh. Di sana sebelum kita menjadi janin yang diletakkan di dalam rahim ibu
kita dan ditiupkan ruh, kita sudah dimintai kesaksian oleh Allah, “Bukankah Aku
ini Rabbmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau Rabb kami), kami menjadi saksi”.
(QS. 7:172)
Dengan
bermu'ahadah, kita akan berusaha menjaga agar sikap dan tindak tanduk kita
tidak keluar dari kerangka perjanjian dan kesaksian kita.
Dan
kita hendaknya selalu mengingat juga bahwa kita tak hanya lahir suci (HR.
Bukhari-Muslim) melainkan sudah memiliki keberpihakan pada Al-haq dengan
syahadah di alam ruh tersebut sehingga tentu saja kita tak boleh merubah atau
mencederainya (QS. 30:30).
Muraqabah
Setelah
bermu'ahadah, seyogyanyalah kita bermuraqabah. Jadi kita akan sadar ada yang
selalu memuraqabahi diri kita apakah melanggar janji dan kesaksian tersebut
atau tidak.
Penjelasan
yang detail tentang muraqabah diuraikan dalam bagian tersendiri, karena tulisan
ini memang menitikberatkan pada pembahasan tentang muraqabah dan muhasabah.
Muhasabah
Muhasabah
adalah usaha untuk menilai, menghitung, mengkalkulasi amal shaleh yang kita
lakukan dan kesalahan-kesalahan atau maksiat yang kita kerjakan. Penjabaran
lebih detail tentang muhasabah juga ada pada bagian tersendiri.
Mu'aqabah
Selain
mengingat perjanjian (mu'ahadah), sadar akan pengawasan (muraqabah) dan sibuk
mengkalkulasi diri, kita pun perlu meneladani para sahabat dan salafus-shaleh
dalam meng'iqab (menghukum/menjatuhi sanksi atas diri mereka sendiri).
Bila
Umar r.a terkenal dengan ucapan: “Hisablah dirimu sebelum kelak engkau
dihisab”, maka tak ada salahnya kita menganalogikan mu'aqabah dengan ucapan
tersebut yakni “Iqablah dirimu sebelum kelak engkau diiqab”. Umar Ibnul Khathab
pernah terlalaikan dari menunaikan shalat dzuhur berjamaah di masjid karena
sibuk mengawasi kebunnya. Lalu karena ia merasa ketertambatan hatinya kepada
kebun melalaikannya dari bersegera mengingat Allah, maka ia pun cepat-cepat
menghibahkan kebun beserta isinya tersebut untuk keperluan fakir miskin. Hal
serupa itu pula yang dilakukan Abu Thalhah ketika beliau terlupakan berapa
jumlah rakaatnya saat shalat karena melihat burung terbang. Ia pun segera
menghibahkan kebunnya beserta seluruh isinya, subhanallah.
Mujahadah
Mujahadah
adalah upaya keras untuk bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah kepada Allah,
menjauhi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan apa saja yang
diperintahkan-Nya. Kelalaian sahabat Nabi SAW yakni Ka'ab bin Malik sehingga
tertinggal rombongan saat perang Tabuk adalah karena ia sempat kurang
bermujahadah untuk mempersiapkan kuda perang dan sebagainya. Ka'ab bin Malik mengakui
dengan jujur kelalaian dan kurangnya mujahadah pada dirinya.
Ternyata
Kaab harus membayar sangat mahal berupa pengasingan/pengisoliran selama kurang
lebih 50 hari sebelum akhirnya turun ayat Allah yang memberikan pengampunan
padanya.
Rasulullah
Muhammad SAW terkenal dengan mujahadahnya yang luar biasa dalam ibadah seperti
dalam shalat tahajjudnya. Kaki beliau sampai bengkak karena terlalu lama
berdiri. Namun ketika isteri beliau Ummul Mukminin Aisyah r.a bertanya, “Kenapa
engkau menyiksa dirimu seperti itu, bukankah sudah diampuni, seluruh dosamu
yang lalu dan yang akan datang”. Beliau menjawab. “Salahkah aku bila menjadi
'abdan syakuran?”.
Mutaba'ah
Terakhir
kita perlu memonitoring, mengontrol dan mengevaluasi sejauh mana proses-proses
tersebut seperti mu'ahadah dan seterusnya berjalan dengan baik.
Comments
Post a Comment