Beberapa waktu ini saya
bergabung dengan suatu komunitas penderita epilepsi di media sosial. Saya amati
percakapan di grup tersebut di sela-sela rutinitas saya untuk browsing segala
informasi media; beberapa meluapkan kesedihannya atas ketergantungan obat yang
dialaminya, beberapa meminta saran untuk pencapaian hasil terapi yang baik,
beberapa membuat kegiatan bakti sosial di kalangan masyarakat, ada pula pihak
yang berperan dewasa dengan menanggapi semua keluhan itu dan memberikan saran2.
Berturut dari hal tersebut,
saya sempat teringat kembali dengan apa yang pernah saya alami. Saya mengerti
bagaimana jenuhnya melihat obat2 tertumpuk menggunung di sudut2 kamar,
meminumnya satu per satu meski hal tersebut menyebabkan efek samping yang tidak
nyaman, bahkan beberapa kali berniat membuangnya namun terjebak dengan
kekambuhan yang tidak lama berselang.
Saya bersyukur. Bukan
syukur yang muncul karena kini ketergantungan itu berhenti, melainkan syukur
karena ternyata hati saya masih terbuka untuk menerima segala hikmah sehingga
tidak menyebabkannya mengeras dan buta. Saya bersyukur karena bukan keluhan dan
kejenuhan itu yang mendominasi, melainkan harapan dan tekad kuat untuk
senantiasa bertahan dan berpegang teguh dalam sabar.
Setiap orang punya ujiannya
masing2; ringan bagi satu individu meski berat bagi yang lain, landai pendakian
bagi yang satu meski curam bagi yang lain, tanpa menafikan keterbatasan,
begitulah adanya hidup.
Saudara-saudari yang saya
cintai, pernahkan kita melihat dari sudut pandang berbeda? Coba cari sisi lain
untuk tegak berdiri, yang membuatmu semakin dewasa dalam melihat setiap
permasalahan. Ketika dedikasi dan kekuatan ini tertumpuk untuk orang2 di
sekitar, coba rasakan, masalah kita akan terasa sangat kecil. Sampai beberapa
waktu lalu, saya merasakan betapa depresinya saya dengan tugas akhir saya di
kampus, hingga pada satu titik balik saat saya kembali membaca karangan2 Sayyid
Qutb, O Allaah, saya malu pada diri sendiri.
Saya bersedia mengulurkan
tangan hingga dalam menjelang curamnya jurang, asalkan kamu mau melangkah
bersama saya. Mari kita belajar mengasihi, merangkul, berikan hal terbaik yang
kita miliki untuk menegakkan agama Allah. Saya yakin, bahwa setelah itu dunia
akan terasa semakin indah, bukan hanya untuk dilihat, melainkan juga dirasakan
dalam setiap nadir hayat.
Comments
Post a Comment