Saya sudah merasakan keresahan ini sejak pertama kali terbersit kata 'regenerasi' di dalam kepala. Beberapa hari saya susah tidur, semua fokus benar2 kabur.
"Sih, draft TA pekan ini sudah jadi?"
Tetiba pertanyaan itu membuat saya terguncang. Sontak saya melihat 'To Do List' dan baru sadar bahwa saya telah melalaikan sekian agenda dalam satu pekan. Astaghfirullaah!
"Kapan mau mulai fokus TA? Gak capek tuh otak ngurusin hal2 di luar terus? Katanya mau ke Denmark?" Tegur sahabat saya. In syaa Allaah, Ukh, saya sudah berazzam untuk ke sana :')
Bicara soal regenerasi, saya benar2 gemas dan merasakan ambisi yang begitu besar. Teramat ingin dalam diri saya bahwa tahun depan akan muncul penerus2 Gamais yang punya kapabilitas, loyalitas dan kedisiplinan yang tinggi. Kader2 Eksternal yang mampu bergerak tanpa harus menunggu komando, mengerti kondisi lapangan dengan segala aspeknya dan menemukan jalan dakwah di setiap pergerakan yang mereka tempuh. Tak kalah pentingnya, bahwa rasa kepemilikan mereka terhadap Gamais pun haruslah besar. Sebab tanpa ruh dan rasa kepemilikan terhadap jemaah ini, percayalah, usia eksistensi kita di Gamais bisa dihitung dengan jari.
"Sih, kader Gamais itu sibuk banget ya? Diajakin nengok saudara yang kena musibah aja kok susah banget?" komentar seseorang saat peristiwa kebakaran Pondok Pesantren Ulul Albab lalu. Hari itu, saya menangis.
Atau pernah pula seorang adik tingkat bertanya dengan nada sinis :
"Saya pernah nyoba tanya2 pengurus Gamais, eh, malah dicuekkin. Mungkin karena saya gak pake kerudung". Hari itu, saya kembali menangis. Namun baiknya, tekad saya untuk 'berbenah' kian memuncak, mengalahkan segala keterbatasan fisik yang saya miliki.
Kawan, terkadang memang kita begitu angkuh membuat segmentasi urusan berdasarkan opini pribadi. Proker 'ini' potensial, proker 'itu' kurang, yang 'ini' tidak ada di sistem, yang 'itu' kurang feasible, dan segala labelling lain yang sering kita lontarkan saat syuro proker dilaksanakan. Saat musibah datang, tanpa sadar, kita merasa terlalu sibuk lalu pergi 'ngeluyur'. Ah, kawan, jangan kalian begitu u_u
Setiap pekannya saya membuat kajian rutin bersama staff dan maganger. Satu per satu saya datangi secara personal. Terkadang saya merasa kepayahan, tak jarang pula akhirnya saya mengeluh meski dalam hati. Namun semua itu hilang begitu saya melihat pancaran antusias di wajah mereka. Terlebih, saat mereka sadar bahwa amanah yang menanti untuk dipikul ini sangat besar, saya meraskan bahwa kaderisasi ini nampaknya akan berbuah manis (?)
Yah, memang, untuk menghasilkan suatu capaian yang memuaskan, seringnya kita harus mengorbankan atau menunda kepentingan di sisi yang lain. Seperti halnya apa yang saya rasakan kini, ambisi untuk membimbing adik2 mengalahkan mimpi saya mengejar Eropa. Memang ada kesedihan saat teguran itu dilontarkan, baik dari sahabat, orang tua terutama diri sendiri. Merasa tidak mampu, salah prioritas dan hilang arah adalah hal yang biasa. Namun saya yakin, apapun yang saya ambil, rasanya lebih berharga saat melihat adik2 bisa menjadi pemimpin2 besar. Selalu, berjayalah, baarakallaah :')
Dalam doa selalu terselip harapan :
Semoga pesan yang ingin saya sampaikan ini mampu mengetuk hati nuranimu, Dek.
Jadilah orang besar, sehingga melaluimu saya bisa melihat Anak dan Cucu saya nanti menemukan Islam yang sempurna luar-dalam.
Comments
Post a Comment