Tidak seperti biasanya, malam itu tak kuasa kulihat gemerlap lampu malam di sekitar. Pun kamu, di depanku, sudah terdiam sejak tadi. Aku merasakan badanku gemetar, tepukan telapak tangan yang menyentuh pundakmu pun tak mampu membendung resah yang benar2 mendera. Sungguh, aku merasa payah.
Kupaksakan kedua mata menatap lurus ke depan. Di sana, kulihat dua sosok laki-laki berbonceng sepeda motor sambil terus awas melindungi. Sesekali mereka memalingkan muka ke arahku dan kamu, "Tenang, tidak akan terjadi apa2" begitu pancaran kalimat yang kutangkap. Masih sama seperti sebelumnya, mereka tersenyum teduh.
Kutengok ke belakang. Ada lagi sesosok laki-laki yang sejak tadi juga ikut mengawasi, gerakannya lugas dan sesekali dia lesatkan sepeda motor ke samping kami. Dia masih sangat muda, dua tingkat di bawahku. Namun hari itu, aku merasakan kehadirannya sebagai kakak dan penjaga. Terima kasih, kataku dalam hati. Tanpa sadar, malam itu aku menangis.
Aku merasakan perutku bergejolak perih, mungkin efek stress. Sudah hampir setengah jam kami terhimpit di tengah2 kawanan berbaju biru; bunyi klakson, jeritan, nyanyian, teriakan hingga sumpah serapah berdengung hebat di telingaku. Aku sempat cemas, ada beberapa orang di antara mereka memperhatikan huruf B di plat sepeda motor yang kami naiki. Bahkan beberapa di antaranya sempat mendekat. Namun Kuasa Allah benar2 di atas segalanya. Allah menyelamatkan kami.
Kawan, jika dirunut lagi, tak mungkin terpatri betapa besar rasa syukurku atas pengalaman berharga di waktu kemarin. Aku merasa sangat kecil, kesanggupanku nihil meski untuk sekedar menahan rasa takut dan cemas. Aku terguncang karena ketiadaan daya, dan kalian telah mengisi kekosongannya malam itu.
Satu pesan moral yang kudapat:
"Jika kita merasa begitu lemah, maka bertahanlah dalam kebersamaan jalan dakwah dan akan kita rasakan bahwa kekuatan orang2 shalih begitu nyata di pelupuk mata"
Comments
Post a Comment