Wawancara Ekslusif
Rektor ITB, Prof. Dr. Kadarsah Suryadi
Undang-undang Jaminan Produk Halal mengamanatkan agar
setiap produk yang sampai kepada konsumen harus dipastikan kehalalannya.
Mendukung amanat UU, Institut Teknologi Bandung (ITB) berencana mendirikan
‘laboratorium halal’ untuk mendukung Pusat-Pusat Halal dalam
melakukan pengujian kehalalan produk.
Telisik ihwal ‘laboratorium halal’, Jurnalis Alhikmah,
Asih Purnamasari berkesempatan mewawancarai Rektor ITB, Prof. Dr. Kadarsah
Suryadi terkait rencana ITB berkontribusi mewujudkan Indonesia terbebas dari
produk haram. Orang nomor satu di salah satu Kampus Teknik terbesar di Indonesia ini
mengatakan pada tahun 2016 ini, ITB akan mendirikan Laboratorium deteksi halal yang
didukung oleh para pakar yang berkompeten di bidangnya. Berikut petikan wawancaranya.
Apa Fokus ITB Pada Periode Kepemimpinan Bapak Saat ini
?
Pada dasarnya ITB bukan hanya
untuk ITB saja, tapi untuk masyarakat, bangsa dan negara. Makanya saya punya misi ITB
bergerak dari research University menuju Entrepreneurial University.
Dan memang karya ITB harus bisa dimanfaatkan
untuk meningkatkan daya saing bangsa, meningkatkan nilai tambah ekonomi
masyarakat, meningkatkan nilai tambah sosial buat masyarakat. Nah itu semua harus kita
usung bersama dan dipublikasikan ke masyarakat umum.
Apakah Salah satu kontribusi
dari laboratorium pusat riset produk halal?
Di Indonesia sudah ada Undang-undang JPH. Tentunya
otoritas tertinggi ada di MUI. Tetapi MUI tak bisa sendiri, ia harus di-back up oleh yang namanya Halal-Halal Center lainnya untuk
membantu MUI.
Halal Center bisa membantu MUI melalui
sinergi dengan institusi yang memiliki laboratorium/pusat penelitian dan
pengujian kehalalan produk. Dengan kata lain, Halal Center yang ada harus
di-back up oleh laboratorium-laboratorium yang melakukan
pengujiannya. Maka akan ada laboratorium uji halal yang
salah satu diantaranya bisa berada di
dalam perguruan tinggi. Nah, dalam
hal ini ITB berencana
akan bersinergi dengan
Halal Center Salman ITB.
Artinya antara langkah laboratorium
uji halal ITB dengan Halal Center
Salman ITB juga MUI ini saling mendukung?
Saling bersinergi. Karena misal Salman yang dapat
permintaan pengujian, atau kami dapat permintaan dari MUI, tolong ini dikaji
dan diuji. Nah di sana Salman bekerjasama dengan laboratorium kita. Kita
bekerja dan menyampaikan hasil uji labnya.
ITB saat ini memiliki Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) salah satunya mengkaji produk
pangan. Sejauh ini, apa kaitannya dengan Pusat Uji kehalalan produk nanti?
Jadi LPPM ITB membawahi pusat-pusat penelitian. Ada
pusat penelitian tentang energi, pusat penelitian tentang ICT, ada pusat
penelitian material, pangan dan kesehatan.
Nah, pusat-pusat inilah yang akan berhubungan dengan pusat
pengujian kehalalan produk.Jadi pusat penelitian
kehalalan produk melakukan aktivitas
penelitian lintas disiplin, lalu berbagai Fakultas/Sekolah/Program Studi dan
Pusat Penelitian.
Tentang wacana sertifikasi halal di luar produk
makanan, sebutlah produk busana, bagaimana tanggapan Anda sebagai seorang
akademisi?
Saya pribadi sangat senang kalau nanti apapun produk yang kita pakai,
semua itu sudah terjamin kehalalannya. Nah, sekarang kan problemnya adalah
teknologinya. Teknologinya harus ada yang menyiapkan, lalu SDM-nya, lalu juga
keterbukaan industri untuk mau menerima dan membuka diri terhadap produk-produk
halal ini. Karena kalau industrinya nggak terbuka juga kan sayang.
Menurut saya, ini suatu era baru untuk menjalankan
syariah yang sebaik-baiknya. Tentu ini perlu keterbukaan dari semua stakeholder.
Jika hanya di sisi peneliti saja enggak
cukup, karena ini menyangkut masalah komersial, masalah industri, masalah
market, masalah pasar, tata kehidupan. Sehingga harus ada keterbukaan dari
semua pihak.
Berarti Anda sendiri mendukung untuk dilakukannya
sertifikasi halal untuk semua produk, tak hanya makanan dan obat-obatan atau
kosmetik?
Iya, harus!
Kalau ada anggapan sertifikasi halal hanya untuk
komersialisasi dan strategi marketing saja, itu bagaimana?
Itu kan sebagai side effect saja. Tapi intinya
bahwa apapun yang terjadi masalah ekonomi, pasti ada efek ke marketingnya.
Biarkan saja itu, mungkin bagian dari barakah mereka. Tapi yang kita
perjuangkan adalah perlindungan halalnya.
Biarkan orang berkreasi, mau alasan komersial, promosi
dan lainnya, monggo silahkan. Tapi kita harus kembali pada yang intinya yaitu
terjaminnya kehalalan suatu produk.
Jadi, adanya sertifikasi halal untuk kemaslahatan?
Kemaslahatan, terjaminnya halal tadi. Alhamdulillah kalau rupanya itu
menguntungkan. Mungkin karena itu bagian dari barakah tadi, berpahala, berjasa
memperjuangkan akidah, mempergunakan syariah.
Bagaimana saran Anda terkait produk pinggiran yang
beredar di masyarakat?
Memang ranah itu harus diperhatikan baik-baik. Kenapa?
Sertifikasi halal adalah prioritas yang
harus dilakukan. Masalahnya tidak semua masyarakat kita itu punya kemampuan
daya beli yang sama.
Jadi kalau mau diprioritaskan, ya prioritaskan produk
yang murah dulu (untuk disertifikasi halal). Atau dua-duanya, jangan satu-satu.
Jangan produk yang mahal dijadikan halal untuk alasan dibeli. Kenapa? Karena
manusia kan punya kemampuan daya beli yang berbeda-beda.
Jadi menurut saya kalau mau diperjuangan, ya
berbarengan saja. Enggak boleh yang mahal didahulukan, harus sama-sama, karena
harus juga kita pikirkan tadi daya beli orang.
Jangan sampai nanti mencekik orang-orang yang tidak
mampu beli produk mahal karena alasan halal, kasian juga kan? Jadi harus
bersamaan. Ini bagian daripada strategi globalnya.
Selain laboratorium uji halal, apalagi peran ITB
mewujudkan tersebarnya produk halal di Indonesia?
Nantinya perlu bekerjasama dengan Fakultas seperti Farmasi dan Ilmu
Teknologi Hayati termasuk Teknik Elektro dan Informatika.
Karena nanti ke depannya kan kita ingin produk yang
ada di pasaran itu dalam kemasannya ada barcode, tempelkan ke HP, nanti
ketahuan kandungannya. Inginnya sampai situ. Tidak hanya materialnya saja,
tetapi informasinya juga.
Apa Harapan ITB sendiri terkait Laboratorium Halal?
Seperti yang kita tahu, pusat penyebaran informasi,
pusat edukasi untuk masyarakat itu sebetulnya lebih efektif lewat perguruan
tinggi. Tapi perguruan tinggi enggak boleh sendirian. Harus kolaborasi juga
dengan pihak komunitas masyarakat.
Menurut saya akan bagus kalau pertama para perguruan
tinggi itu juga menyiapkan, ikut berpartisipasi dalam rangka menjalankan
pusat-pusat pengecekan halal tadi. Kenapa? Mereka punya orang, punya
laboratorium, dan core-nya memang di penelitian dan pengecekan itu.
Tapi perguruan tinggi tak bisa sendiri. Ia harus
bekerja sama dengan komunitas, para ulama, pers dan lembaga-lembaga pusat halal tadi misalnya
Halal Center Salman. Ini perlu sinergi banyak pihak. Kenapa?
Karena ini kita
melayani sekian ratus juta
penduduk dengan sekian banyak produk. Bayangkan kalau satu produk itu harus
dicek sekian hari, enggak mungkin kan mengandalkan ke satu pusat halal. Apalagi
kalau produknya, jumlahnya sudah bukan main.
Jadi ini perlu suatu kesadaran masal. Nah tadi, lewat
lembaga-lembaga perguruan tinggi, yang kedua lewat lembaga-lembaga Litbang,
lembaga pemerintahan termasuk
MUI. Dengan sinergi seluruh kompenen ini, masyarakat juga akan cepat
tersosialisasi kalau lembaga ini aktif.
Mengapa Anda ingin sekali ada laboratorium uji halal
di ITB?
Jadi begini, di Thailand saja yang penduduknya
mayoritas bukan muslim, mereka sudah punya penelitian tentang halal. Dan siapa
yang jadi motornya-nya?
Orang kita, orang Indonesia, yang juga bermukim di Thailand. Nah di situlah
yang menjadi inspirasi saya. Thailand saja bisa, kenapa kita tidak?
Jadi, Anda sepakat halal harus menjadi bagian dari
keseharian kita?
Ketika masyarakat bisa menikmati makanan, minuman,
semua produk halal, maka Insya Allah hidupnya akan lebih tenang. Jadi
carilah kebahagiaan, carilah ketenangan, dengan jaminan halal tadi.
*Tulisan ini dimuat di Tabloid Alhikmah Edisi 116
Comments
Post a Comment