Skip to main content

Akhirnya...

Sumber

“Bagus itu kalau deg-degan, berarti kewanitaan Asih mulai keluar,” celetuk Murabbiyah di tengah perbincangan kami beberapa hari lalu.

“Teh, emang berat ya ngurusin saya selama ini?” tanya saya dengan muka polos ingin tahu.

“Yah enggak juga, Sih. Tapi masalahnya, di antara yang lain, penolakan kamu itu yang paling kelihatan,” jawab beliau, kali ini sambil terkekeh pelan.

Saya diam. Tertohok.
Glek!

Saya teringat kembali, sekitar dua tahun lalu, beliau yang bersikukuh meminta saya menuliskan proposal nikah. Namun hingga akhir pembinaan kelompok, saya tak kunjung menuliskannya. Entah apa yang saya pikirkan waktu itu; soal mimpi saya yang belum tercapai, amanah yang masih saya pegang, masa perkuliahan yang belum usai, minder –

Ya, sungguh, di antara teman-teman saya yang lain, saya ini yang paling mudah minder. Bagaimana tidak, jika melihat sisi kanan, ada si ukhti yang hafalannya banyak, pula amanahnya di sana-sini. Melihat sisi kiri, ada si ukhti yang pandai memasak, keibuan, penyayang, memandangnya saja teduh rasanya hati. Melihat ke depan, ada si ukhti yang aduhai jelita parasnya, penuh prestasi, kuat pula ibadahnya. Ah, lantas, saya ini apa?

Pernah, sekali, Murabbiyah saya menegur keras. Katanya, saya ini terlalu banyak mempertimbangkan sesuatu secara subjektif. Harusnya saya bisa menerima diri dengan baik, entah terhadap kekurangan maupun kelebihan yang saya miliki.

“Saya alhamdulillah bersyukur dengan diri saya yang seperti ini, Teh. Tapi bukan berarti harus menuliskan proposal nikah kan?” ujar saya sambil cengengesan. Seperti biasa.

Nampaknya respon saya yang kekanakan waktu itu benar-benar tidak pada tempatnya. Bukannya mendapat maklum, Murabbiyah saya justru semakin murka. Tak ayal, hari itu saya dibuat menangis karena dinasehati ini dan itu.

“Kamu tahu, kan, kalau kondisimu sekarang sudah masuk kategori wajib? Mau sampai kapan ditunda?” katanya, dengan nada suara ditinggikan.

Saya hanya tertunduk. Kedua tangan saya mengepal keras. Air mata deras mengalir, tidak terasa. Tes...tes...tes...

Beberapa hari lalu, ketika kami bertemu, beliau kembali menyuguhkan nasihat panjang untuk saya. Kebetulan, karakter kami yang hampir serupa, membuat percakapan kami tidak sulit dan berbelit-belit. Beliau tipikal wanita yang keras, begitupun saya. Ketika menasehati, beliau yang paling paham bagaimana mengutarakan kata-kata tajam, tak lain agar saya mau mendengarkan dan memahami pesan yang ingin beliau sampaikan.

Pada akhirnya, layaknya dua tahun lalu, beliau layangkan kalimat serupa.

“Asih, saya tahu kamu ini sangat logis. Saya juga begitu. Tapi kadang ada sesuatu yang jalannya tidak harus sesuai dengan logika kita, apalagi jika Allah sudah menggariskannya begitu,” katanya. “Percaya saja, in syaa Allaah dibukakan jalan yang terbaik,” tutupnya sambil tersenyum.

In syaa Allaah, Teh, in syaa Allaah...

Comments

Popular posts from this blog

Tahapan Kaderisasi

Kader berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai. Bila dimaknai secara lebih luas, berarti : Orang yang mampu menjalankan amanat. Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian. Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Secara utuh kader adalah mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan formal, teruji dalam pengkaderan informal dan memiliki bekal melalui pengkaderan non formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap terjaga, melainkan juga diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna. Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan diri...

Tazkiyatun Nafs

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18) Ayat di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok. Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah,  mu’aqabah dan mujahadah. Mu'ahadah Mu'ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali ...

Pangan Fungsional

I.          Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam bahan makanan. Keadaan ini bisa terjadi karena kurangnya asupan bahan-bahan aktif yang dapat mencegah reaksi autooksidasi dari radikal bebas tersebut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibutuhkan asupan makanan, baik berupa sayuran, buah-buahan yang merupakan sumber antioksidan. Aktivitas antioksidan dapat menangkap radikal bebas, sehingga sel-sel yang rusak dapat dicegah ataupun diperbaiki. Selain dari sayuran dan buah sumber antioksidan juga dapat berasal dari tanaman  obat, jahe, mengkudu, lidah buaya, pegagan, temulawak, asitaba dan lain-lain. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut dapat bermanfaat sebagai sumber antioksidan misalnya flavonoid, tanin, polifenol dan lain-lain. Tanaman biofarmaka yang berfung...