![]() |
Ilustrasi |
Jumat sore, sekelompok orang menyelenggarakan rapat di East Corner, satu kantin baru
di wilayah Timur Jauh ITB. Kurang lebih 30 menit mereka selesaikan rapat
tersebut.
Ketika
itu, tiga orang akhwat, memutuskan pulang bersama. Tepat pukul 17.00 ketika mereka
berjalan pulang menelusuri jalanan Timur Jauh menuju gerbang depan kampus.
Di
perjalanan pulang, salah satu di antaranya meminta waktu sebentar untuk mampir
di salah satu himpunan. Katanya, ada urusan yang harus diselesaikan terlebih
dahulu. Selama akhwat tersebut menyelesaikan urusannya, dua teman lainnya
tengah asik mengobrol.
Hingga
kemudian, begitu urusannya selesai.
“Dapet
salam dari kakak tingkatku tuh,” kata akhwat tadi menghampiri dua temannya
yang masih saja asik mengobrol. Salah satu temannya kemudian terkekeh, sedang yang
lainnya sibuk kebingungan.
“Aku
sih udah ngerti. Tinggal nunggu konfirmasi,” katanya, kali ini dengan tertawa
keras.
Selidik
punya selidik, ternyata beberapa ikhwan di sana tetiba salah tingkah ketika mereka
mampir di depan himpunan tersebut. Salah satu ikhwan menanyakan nama akhwat
yang paling ujung di antara dua temannya. Tanpa menoleh, karena begitu
yakinnya, si akhwat menjawab saja.
“Udah
biasa itu. Aku udah tahu namamu bakal ditanya,” katanya kepada salah satu teman
yang ditanyakan namanya, dikirimi salam pula.
Ketika
dua di antara tiga akhwat itu asik bercanda dan menertawakan kejadian yang baru
saja mereka alami, tanpa disadari, satu akhwat yang dikirimi salam tadi terus
saja beristighfar sembari mempertanyakan kepekaannya.
Astaghfirullaah...
Akhi,
yakinlah, seorang akhwat, setidak-peka apapun ia, diam-diam di hati kecilnya
mudah merasa geer. Bisa jadi sebenarnya kamu hanya bercanda, tetapi diam-diam
ada perasaan bangga berlebihan di hati si akhwat ketika begitu banyak godaan
dan salam-salammu mampir kepada dirinya. Satu di antara kamu menghampirinya, ia
akan maklum. Tetapi ketika begitu banyak di antara kamu datang padanya, meminta
hatinya, yakinlah, ia akan rapuh.
Saya
paham bahwa ketertarikan lawan jenis itu merupakan fitrah. Manusiawi sekali.
Tetapi setidaknya, ada batasan-batasan tentang bagaimana cara menuangkan rasa
ketertarikan itu, Akhi.
Akhi,
seandainya pun ternyata ketertarikan itu begitu besar, jangan menggodanya
dengan tidak sopan. Kamu punya agama yang secara jelas mengatur segalanya,
termasuk urusan hati. Mengapa begitu mudah bagimu mengabaikan aturan-aturan
itu?
Sikapi
semuanya dengan bijaksana dan penuh pertimbangan, Akhi. Saya bukan mengkhawatirkan
dirimu, untuk apa? Tapi, ingatkah kamu, sikapmu yang tidak tepat itu bisa
mengganggu orang lain. Kamu boleh menyimpang, itu hakmu. Meski demikian, sama
sekali tidak benar ketika kamu mencoba melibatkan orang lain terhadap
penyimpanganmu itu.
Mari,
Akhi, jaga hati saudari-saudari kita. Kita mungkin belum mampu meningkatkan
iman saudari-saudari kita. Tetapi, dengan bersikap tepat di waktu yang tepat,
kita bisa membantu menjaga mereka dari hal-hal yang bisa merusak imannya.
Bismillah,
Akhi, in syaa Allaah kita adalah orang-orang bijaksana yang akan senantiasa
menjaga kebijaksanaan itu di manapun kita berada J
Comments
Post a Comment