Hi :)
Alhamdulillah
Alhamdulillah
Alhamdulillah...
Pernikahan saya dan suami sampai di usia 8 tahun. Saya pikir akan terasa lama, namun ternyata begitu dijalani dan diingat-ingat kok ya cepat juga waktu berlalu? Kok rasanya baru kemarin lulus S1, lalu kami taaruf hingga berlanjut ke jenjang pernikahan, eh tahu-tahu sudah ulang tahun pernikahan ke-8? Beneran loh, saya merasa masih sebelia itu. Hingga akhirnya semua terpatahkan begitu saya berdiri persis di depan cermin. Wajah sudah banyak keriput hiks. Yah, meski kata orang, 8 tahun hitungannya masih muda :')
Dengan bekal 8 tahun, tentu ada banyak pembelajaran atau hikmah yang diambil selama menjalani biduk rumah tangga. Bagi saya, salah satunya, adalah pentingnya mengawali proses pernikahan itu sendiri dengan se'lurus' mungkin. Plis, kaum muda, carilah pasangan yang benar-benar paham dan mengaplikasikan nilai-nilai agama. Itu bukan nasihat kolot, beneran!
Pertama, seperti kata orang-orang, pernikahan itu adalah ibadah terlama dan ujiannya sungguh berat. Tentu kita butuh partner yang sama-sama bisa saling menguatkan dan mengerti posisi masing-masing. Suami paham bahwa dia adalah imam, sehingga tugasnya lah mengatur arah dan tujuan pernikahan. Istri adalah makmum, harus paham bahwa dari manapun latar belakang keluarga, pendidikan, jabatan, dan lain sebagainya, dia tetap harus hormat dan patuh pada apapun keputusan suami (tentu selama itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama).
Suami dan istri yang paham posisi masing-masing menjadikan kehidupan rumah terasa lebih mudah. Tidak banyak perdebatan yang tidak perlu, terutama dengan banyaknya pertanyaan yang sering kita temui dewasa ini. Semisal saja, di fyp Tiktok, istri yang banyak bertanya kepada suami atau calon suami: Siapa kah yang lebih harus diprioritaskan: istri atau ibu? Atau dalam konteks lain bertanya, apakah harus gaji suami diberikan seluruhnya kepada istri? Dan lain semacamnya. Sungguh mengundang perdebatan, bener gak?
Kedua, kehidupan rumah tangga itu sungguh dinamis. Pun saya hingga kini, banyak mengalami kebingungan dalam memberikan respon terhadap masalah-masalah yang kami temui. Namun, kami memiliki agama sebagai standar kehidupan, bukan berdasarkan emosional, pendapat orang lain, apalagi Tiktok. Agama seperti buku panduan yang kita butuhkan ketika menjalankan praktikum di laboratorium. Ikuti saja alur kerjanya, sehingga semua terasa lebih mudah. Faktor x yang terjadi, yah, anggap saja bonus :)
Ohiya, proses pernikahan yang benar sesuai syariat Islam, juga menjadi satu prinsip yang akhirnya kami terapkan dalam banyak konteks kehidupan rumah tangga. Misal, kami jadi lebih mudah mengajarkan kepada anak-anak untuk menjaga hubungan lawan jenis, sebab pada dasarnya memang pertemanan apalagi pacaran dengan lelaki itu tidak perlu. Kedua, jika sudah dewasa dan ingin menikah tidak perlu ragu dengan proses taaruf. Banyak contoh orang-orang yang menjalankan taaruf dan mereka bahagia dengan rumah tangganya. Terlepas akhirnya terjadi perceraian, in syaa Allah keberkahan proses pernikahan yang terjaga akan melahirkan keberkahan juga dalam biduk rumah tangga.
Itu saja. Sekian hari ini.
Happy Anniversary, Hubby. I love you, hihi 💝
Comments
Post a Comment