Skip to main content

Putusan untuk Berputus

Di suatu pagi, sebuah percakapan panjang melalui telepon yang pada akhirnya memberikan akhir yang tegas.

Ummi : Kamu sudah yakin dengan pilihanmu, Sih?
Saya  : In syaa Allaah, Mi. (entah mengapa tidak lengkap rasanya kalimat ini tanpa isakan pelan)
Ummi : Ya sudah, semoga itu juga baik.

Lalu telepon ditutup.
Kami disibukkan dengan pikiran masing-masing.


Tidak seperti biasanya, sepagi itu kami bercakap dalam pergelutan batin yang terus bergejolak. Ummi bertahan dengan pendapatnya, begitupun saya. Lalu tiba-tiba ada banyak kenangan melintas, tentang pesan terakhir Abah, Emak, Ummi Haji, lalu Ummi Eni beberapa waktu terakhir ini. Saya tahu, sudah saatnya saya menimbang segalanya secara serius. Sudah saatnya saya berhenti main-main. Ummi benar.

Terakhir saya pulang ke Babakan, Dullah memberikan gambaran secara jelas kepada saya tentang rencananya, yang kemudian ia meminta saya terlibat sebagai salah satu bagian dari rencana tersebut. Dullah memang tumbuh dewasa lebih cepat. Setidaknya ia lebih paham bagaimana memperlakukan waktu, tenaga, serta pemikiran. Ia bukan sosok idealis, tapi merupakan perencana ulung yang mampu saya andalkan. Selama saya absen, Dullah-lah yang senantiasa menjaga kedua orang tua serta adik-adik kami, bahkan memberitahukan kabar mereka sesekali. Ya Allah, harus semalu apa lagi saya saat berhadapan dengannya?

Beberapa waktu lalu, tiba-tiba Dullah mengabari saya bahwa ia sudah bertandang ke suatu kota. Ia memulai rencananya di sana. Bahkan ia sudah mulai menyewa kost bersama beberapa temannya. Entah apa yang terjadi, saya menangis seketika. Saya merasa gagal sebagai seorang Kakak. Meski bekerja adalah keputusannya, tapi dahulu saya pernah berikrar pada kedua orang tua kami, bahwa saya akan meneruskan cita-cita Bapak untuk membimbing adik-adik dengan baik, apalagi harapan Bapak agar semua anaknya dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Dullah mungkin besar hati, tapi saya tidak. Saya tahu persis bahwa ia sangat ingin mewujudkan harapan Bapak tersebut, tapi ia selalu berdusta jika ditanyai prioritasnya untuk masuk kuliah. Ia menyukai bidang otomotif lebih dibanding yang lain. Sejak dua tahun lalu ia berkutat mempelajari mesin, praktik begini da begitu, terus saja belajar sepanjang waktu. Lalu tetiba ia hanya berkata "Dullah gak pengen kuliah, Pak". Ah, Dek, maafkan kakakmu ini.

Dullah memberikan segalanya untuk saya. Ia tidak pernah mengeluh apalagi menuntut saat kedua orang tua saya begitu fokus memenuhi semua kebutuhan saya dibanding dirinya. Ia bahkan begitu tulusnya mendukung. Saat saya membutuhkan apapun, ia akan dengan cepat membantu saya. Ketika Bapak sakit parah beberapa waktu lalu dan sempat membuatnya menangis, ia sengaja tidak memberitahukan kondisi Bapak kepada saya, hanya agar saya fokus menjalani UAS saat itu. Dan kini, ia mengorbankan kesempatannya agar saya bisa menempuh tahap magister, sesuai yang saya utarakan padanya setahun lalu. Saya malu. Sungguh malu.

Ummi benar. Allah selalu tahu bagaimana cara menguji hamba-Nya. Bukan untuk menjatuhkan, melainkan adalah untuk menyadarkan bahwa masih banyak segenap kekuatan yang seharusnya bisa membuat kita lebih baik dan lebih siap menghadapi kehidupan. Bahkan dalam realitas yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, Allah selalu berhasil membuat kita menemukan kepingan demi kepingan kekuatan tersebut. Ummi benar, Allah sedang menguji kami. Ummi benar, kami patut bersyukur bahwa sejatinya Allah masih menyayangi kami.

Saya terbiasa dengan berbagai kecamuk di kepala. Pun saya terbiasa bersitegang dan berdebat dengan diri sendiri. Namun baru kali ini saya mengutarakan segalanya kepada Ummi. Kami mengharapkan segala kebaikan dengan sudut pandang masing-masing, meski dengan cara berbeda. Ummi bertahan dengan pendapatnya, begitupun saya.

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).”
(QS. Ali Imran: 7)

Comments

Popular posts from this blog

Tahapan Kaderisasi

Kader berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai. Bila dimaknai secara lebih luas, berarti : Orang yang mampu menjalankan amanat. Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian. Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Secara utuh kader adalah mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan formal, teruji dalam pengkaderan informal dan memiliki bekal melalui pengkaderan non formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap terjaga, melainkan juga diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna. Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan diri...

Pangan Fungsional

I.          Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam bahan makanan. Keadaan ini bisa terjadi karena kurangnya asupan bahan-bahan aktif yang dapat mencegah reaksi autooksidasi dari radikal bebas tersebut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibutuhkan asupan makanan, baik berupa sayuran, buah-buahan yang merupakan sumber antioksidan. Aktivitas antioksidan dapat menangkap radikal bebas, sehingga sel-sel yang rusak dapat dicegah ataupun diperbaiki. Selain dari sayuran dan buah sumber antioksidan juga dapat berasal dari tanaman  obat, jahe, mengkudu, lidah buaya, pegagan, temulawak, asitaba dan lain-lain. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut dapat bermanfaat sebagai sumber antioksidan misalnya flavonoid, tanin, polifenol dan lain-lain. Tanaman biofarmaka yang berfung...

Tazkiyatun Nafs

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18) Ayat di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok. Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah,  mu’aqabah dan mujahadah. Mu'ahadah Mu'ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali ...