Skip to main content

Lagi-Lagi Cinta

Rasanya tak pernah habis waktu dan tenaga ketika berbicara tentang cinta. Ada saja yang dipikirkan. Ada saja yang diharapkan. Kadang membuat senyum-senyum sendiri, meski lebih sering membuat pedih hati.

Beberapa waktu lalu, seorang adik mengetuk pintu kamarku untuk mengajak berdiskusi. Sebenarnya sudah cukup lama ia menghubungi. Hanya saja baru ketika itu kami benar-benar berkesempatan untuk bertemu. Hari itu, untuk pertama kalinya ia nampak berbeda. Wajah cerah yang biasa ia tampakkan di hadapanku kini berganti dengan wajah lusuh kelelahan. Aku tahu, ada terlalu banyak hal yang dipikirkannya. Maka tanpa pikir panjang aku langsung menyuruhnya masuk dan mendekapnya erat. Ia menangis. Aku hanya diam.

Ah, lagi-lagi tentang cinta, suatu perkara rasa yang tidak mampu dijabarkan secara absolut. Cinta, buah sifat manusiawi yang tentu akan menyejukkan ketika tercurahkan pada manusia dan waktu yang tepat. Cinta, yang seringnya lebih mulia dibanding manusia itu sendiri. Cinta, sungguh, jangan dekati aku sesekali kala kerapuhan menggerogoti imanku.


Ada sebagian orang yang merelakan waktu dan tenaga untuk menanti peruntungannya. Ia berharap waktu akan menyambut cintanya, memberikan keistimewaan pada penantian yang sedari dulu ia ikrarkan. Namun terkadang ia lupa, bahwa waktu dan harapan adalah hak setiap orang. Di satu sisi ia menanti, di sisi yang lain ada pula manusia lainnya yang berharap atas hal serupa. Ketika kegagalan menjadi takdir Tuhan, mengapa kini harus kau salahkan cinta? Bukankah penantian tanpa kepastian adalah keputusanmu dahulu?

Tuhan tak pernah salah memilihkan jodoh. Hanya saja manusia yang sering keliru mendefinisikan kecenderungannya. Bagaimana mungkin sebuah keputusan menjadi berkah ketika bahkan dalam keputusan itu ia tidak melibatkan kehadiran Tuhan? Mengapa harus mengutamakan kecenderungan, jika pilihan terbaik jutsru sudah Allah datangkan tepat di hadapanmu? Siapa engkau, hai manusia? Engkau terlalu kecil, sedang Allah itu besar.

Jangan sesekali hati berharap pada manusia. Sebab manusia itu terlalu lemah, sehingga pengharapan yang disandarkan padanya justru akan lebih sering berbalik menyakiti diri. Dan kini, siapa lagi yang akan kau salahkan?

Duhai adikku, saudariku, iman seorang manusia itu rapuh dan mudah luruh. Jika engkau menyayangi dan menghormati dirimu, muliakanlah ia dengan sekuat-kuat benteng penjagaan. Boleh saja kau jatuh cinta, sebab rasa itu adalah manusiawi. Namun jangan kau sandarkan harapan cinta itu pada manusia. Kau tahu Allah itu pencemburu. Bisa jadi hari ini kau tersenyum padanya, esok hari kau hanya mampu menatap punggungnya yang berbalik semakin jauh.

Wahai kaum adam, kau tahu setiap manusia itu punya pesona. Ada keindahan dari setiap karunia Allah terhadapmu, pada caramu memandang, caramu tersenyum, caramu berbicara, caramu menunjukkan kewibawaanmu, bahkan pada caramu menunjukkan titik lemahmu. Jika kau tak serius ingin membersamai seorang hawa, mengapa harus kau tunjukkan pesonamu padanya? Tidakkah kamu berbelas kasih?

Aku hanya mampu tersenyum. Ini bukan perkara lucu, bukan sama sekali. Namun selama beberapa waktu aku mengenal adik-adik bimbingku, ini adalah kasus ke sekian kali yang aku temui. Seringnya aku lebih banyak diam, membiarkan mereka bercerita dengan sendirinya. Aku tahu, kebutuhan perempuan pada umumnya adalah bukan untuk dicarikan solusi, melainkah hanya sekedar meluapkan keresahan dan segala perasaan-perasaan tidak nyaman yang terlanjur ada. Dan aku yakin, adikku, kau lebih tahu bagaimana cara menyudahi keresahanmu dibanding orang lain, termasuk aku.

Duhai diri, semoga Allah membesarkan hati dan akalmu. Sehingga engkau mampu menanam cinta pada sebaik-baik ladang, lalu menyemainya di waktu yang Allah tetapkan terhadapmu.

Comments

Popular posts from this blog

Tahapan Kaderisasi

Kader berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai. Bila dimaknai secara lebih luas, berarti : Orang yang mampu menjalankan amanat. Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian. Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Secara utuh kader adalah mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan formal, teruji dalam pengkaderan informal dan memiliki bekal melalui pengkaderan non formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap terjaga, melainkan juga diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna. Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan diri...

Pangan Fungsional

I.          Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam bahan makanan. Keadaan ini bisa terjadi karena kurangnya asupan bahan-bahan aktif yang dapat mencegah reaksi autooksidasi dari radikal bebas tersebut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibutuhkan asupan makanan, baik berupa sayuran, buah-buahan yang merupakan sumber antioksidan. Aktivitas antioksidan dapat menangkap radikal bebas, sehingga sel-sel yang rusak dapat dicegah ataupun diperbaiki. Selain dari sayuran dan buah sumber antioksidan juga dapat berasal dari tanaman  obat, jahe, mengkudu, lidah buaya, pegagan, temulawak, asitaba dan lain-lain. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut dapat bermanfaat sebagai sumber antioksidan misalnya flavonoid, tanin, polifenol dan lain-lain. Tanaman biofarmaka yang berfung...

Tazkiyatun Nafs

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18) Ayat di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok. Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah,  mu’aqabah dan mujahadah. Mu'ahadah Mu'ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali ...