Ummi, besok malam pertama
Ramadhan. Seberapa baik engkau mempersiapkan segalanya, Ummiku sayang?
Tadi sore, banyak sekali
runtutan kejadian yang mengingatkanku padamu. Setelah ashar, tidak sengaja, aku
mengikuti sebuah pengajian yang diselenggarakan oleh ibu-ibu di perumahan Kebon
Bibit Utara. Usia mereka sudah tidak lagi muda, pun lidah mereka nampak kelu
meski untuk sekedar mengucapkan satu kata yang tertera di lembaran ayat suci Al
Qur’an, namun entah mengapa mereka masih rela berpayah diri membacanya. Sesekali
mereka mengobrol dan tertawa, sedang yang lain khusyu’ membaca, membuatku
tersenyum simpul dan diam-diam menggelengkan kepala. Tadi sore mereka nampak
senang, bahkan aku diundang untuk kembali bergabung di pertemuan selanjutnya. Katanya,
jika aku tidak ada, mereka tidak akan segan untuk mengetuk pintu dan memaksaku
mengajari mereka. Ummi, masihkah engkau mengaji di sana?
Usai shalat maghrib, aku
beranjak mengajar adik-adik TPA di masjid dekat Rusa. Di tengah pengajaran,
tiba-tiba seorang adik mendekatiku lalu membacakan sebuah surat tulisan tangan
yang dibuatnya untuk mamanya. Ia mengungkapkan cintanya begitu sederhana. Ummi,
mengapa hanya aku yang tidak mampu melakukan hal seperti itu?
Aku ingin nampak kuat, meski
itu hanya di depanmu. Bisakah tetap seperti itu? Aku merasa rapuh. Terkadang
ingin sekali aku menghubungimu untuk sekedar meluapkan rindu, dan sayangnya,
itu tak pernah mampu kulakukan. Aku tahu, ini hanya bagian dari skenario-Nya
untuk membuatku lebih kuat dalam kemandirian. Bukankah katamu, ketika masih
muda, Ummi telah mengalami banyak hal yang jauh lebih berat dibanding segala
yang kualami saat ini? Aku ingin tangguh sepertimu, Ummi.
Ummi, Ramadhan akan segera
menyapa hari-hari. Semoga kita masih menjadi ummat yang senantiasa diridhai,
diberkahi, digariskan untuk menemui orang-orang shalih di surga.
Comments
Post a Comment