Seringnya
manusia itu sangat lucu. Di satu sisi kita sibuk mengeluh, di sisi lain kita sibuk
berambisi mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar dari apa yang telah dan
tidak kita kerjakan. Lah, bagaimana cerita?
Saya
beberapa kali diingatkan oleh seorang sahabat yang bijak, kurang lebih isinya
begini:
“Asih,
kalau kamu pikir kamu bisa mendapatkan kenikmatan yang sangat besar, atau
bilanglah saja kenikmatan itu hampir sempurna, maka ketahuilan pemikiranmu itu
sia-sia. Sebab berapapun kenikmatan yang kamu banggakan di dunia, secuilpun itu
tidak akan sebanding dengan kenikmatan surga.”
![]() |
Sumber Gambar |
Kalau
direnungkan lagi, memang kalimat tersebut ada benarnya. Kerap kali setelah
mengerjakan satu hal, hati ini enggan mendapatkan kepuasan.
Dahulu
saya begitu terkagum-kagum ketika bisa melaksanakan tahajjud bersama kawan-kawan
saya di SMA. Itupun sebetulnya berawal dari tuntutan aturan sekolah, sebab di
SMA saya yang merupakan boarding school secara rutin diadakan shalat
tahajjud bersama setiap sebulan sekali. Jujur saja saya baru mengenal istilah shalat
tahajjud ketika masa SMA itu. Dan setelah ‘mencoba’ melaksanakannya, rasanya ternyata
memang nikmat sekali. Khusyuk yang saya rasakan bahkan beberapa kali membuat
saya menitikkan air mata. Ditambah lagi ketika itu saya mempunyai suatu
pengharapan yang besar terhadap-Nya. Maka di setiap tahajjud setelahnya,
diam-diam saya menuntut Allah memberikan kenikmatan khusyuk itu terhadap diri
saya. Namun seiring waktu, entah mengapa setiap kali tahajjud, kenikmatan-kenikmatan
itu terasa berkurang. Saya lantas berpikir, hmmm, nampaknya ada yang salah.
Hal
itu tidak terjadi hanya sekali. Di lain waktu dan kondisi, kenyataan bahwa hati
ini tidak pernah puas kembali terulang. Entah karena memang kenikmatan-kenikmatan
itu yang berkurang atau tuntutan saya terhadap besaran kenikmatan itu yang
terus saja mengalami peningkatan.
Asih,
mari berkalkulasi!
Allah
menganugerahi kita begitu banyak nikmat. Tak terkira besaran dan jumlahnya. Sayang,
kesadaran kita akan keberadaan nikmat-nikmat tersebut yang seringnya harus
dipertanyakan. Adalah nikmat ketika kita bisa bangun di pagi hari dan merasakan
tubuh ini berfungsi. Adalah nikmat ketika kedua telinga masih bisa mendengar
sayup merdu adzan shubuh. Adalah nikmat ketika melafadz dan mendengarkan firman
teriring nama-Nya membuat hati bergetar lalu merindu. Adalah nikmat ketika hati
masih terbuka dan peka terhadap kondisi lingkungan lalu tangan ini mengepal
tekad hingga jiwapun bergerak mendahulukan ummat. Ah, masih mampukah kita
berkalkulasi? Masihkah kita merasa kurang?
Ya,
manusia itu memang lucu. Kita ini sangat lucu, Kawan. Sedikit sekali kita bersyukur
tapi tak terhitung banyaknya tuntutan yang kita berikan terhadap-Nya. Beberapa orang
memaklumi, sebab memang tidak akan pernah cukup nikmat dunia untuk mendapatkan
kenikmatan surga, yang kenikmatannya hakiki, pula diharapkan setiap orang. Tapi
yang harusnya menjadi poin renungan untuk kita semua, sudah seberapa besar amal
shalih yang kita kerjakan, agak meski tidak sebanding, kita bisa dihitung layak
mendapatkan nikmat-nikmat-yang-tidak-pernah-kita-syukuri tersebut. Nah, mari
kembali berkalkulasi! :)
keren
ReplyDelete