Skip to main content

Soekarno, Putera Sang Fajar

Saya baru saja selesai membaca ulasan ringkas Lambertus Johannes Giebels mengenai Bapak Proklamator Indonesia, Kusno Sosrodihardjo atau kini sering kita sebut sebagai Bung Karno. Buku Giebels dengan judul ‘Soekarno: Biografi 1901-1950’ dan tebal 522 halaman itu sedikit banyak telah mempengaruhi pemikiran saya yang cenderung pragmatis. Saya adalah penggemar Soekarno, sekaligus pembencinya pada beberapa bagian kehidupannya yang lain. Ditambah buku itu, saya kira, seperti ada tirai yang tersibak dan membuat benci sekaligus kekaguman saya kian bertambah pada sosoknya, meski dengan sudut pandang yang baru.

Giebels jelas berusaha menampilkan Soekarno sebagai sosok manusia biasa, bahkan dalam beberapa ulasannya, Giebels lebih tampak seperti mencari celah-celah kesalahan Soekarno di masa kepemimpinannya. Misalnya, di salah satu ulasan yang sengaja dibuat lebih panjang, adalah peristiwa 1934 saat Soekarno memilih menulis surat permohonan ampun pada Jenderal Belanda dibanding meringkuk di dalam sel tahanan seluas 1 x 1,5 meter atas tuduhan penangkapannya yang kedua. Menurut beberapa sumber, penangkapan pertama Soekarno pada tahun 1930 membuatnya jera, Soekarno kapok hidup sendirian di dalam pengasingan. Oleh sebab itu, Soekarno memilih memberikan pernyataan akan mengundurkan diri dari aktivitas politiknya untuk mendapatkan pengampunan Belanda dibanding kembali harus menerima hukuman pengasingan di Ende Flores hingga tahun 1938. Padahal di kalangan sejarawan saja masih terjadi perdebatan tentang keaslian surat tersebut, yang jika benar Soekarno menulisnya, mengapa Belanda tidak menggunakan surat tersebut untuk menumpulkan sisi karismatik Soekarno di depan 70 juta masyarakat Indonesia? Sayangnya Giebels yang telah melakukan risetnya selama tujuh tahun bersikukuh dengan pandangannya bahwa Soekarno adalah sosok plin-plan yang selalu pasrah dengan kondisi, sehingga seorang Syahrir bahkan tak mampu membuatnya berteguh dalam mimpi besar menuju kemerdekaan Indonesia.

Di sisi kehidupan pribadinya, saya mulai kenal sosok Heldy Djafar sebagai isteri terakhir sekaligus isteri termuda Soekarno. Usia mereka terpaut hampir setengah abad ketika mereka menikah, dan pernikahan itu hanya berselang satu tahun sebelum Soekarno mengalami kejatuhan pada masa kepemimpinannya. Soekarno memang pecinta keindahan wanita, begitu Inggit Ginarsih, isteri keduanya membenarkan. Jika Soekarno adalah sosok keras kepala pada jejak-jejak gerakan revolusi yang dibuatnya, sebaliknya, Soekarno cenderung mudah terpaut oleh wanita. Ini adalah sisi yang membuatnya terlalu manusiawi, setidaknya itu menurut saya. Dari sembilan wanita yang pernah hidup bersama Soekarno, setidaknya ada satu hal yang menyatukan mereka, yaitu kecantikan mereka yang memang tidak dapat diragukan. Soekarno, dalam beberapa dekade kehidupannya bersama para ajudan, telah menciptakan pandangan dan perbendaharaan petualangan wanita yang banyak membuat orang lain terkesan, dan sebagian besarnya disampaikan oleh para ajudannya itu. Soekarno Sang Penakluk Hati Wanita, begitu banyak kalangan memberikan gelar padanya.

Ah, kalau diingat lagi, Soekarno memang pemimpin ulung yang mampu menggerakan 70 juta masyarakat hanya dengan orasi-orasi hebatnya. Misalnya pada tahun 1930 saat Soekarno mengalami penangkapannya yang pertama, Soekarno balik memberontak Belanda melalui orasinya yang kemudian diterbitkan dalam bentuk tulisan “Indonesia menggugat”. Hal inilah yang membuat simpati masyarakat padanya semakin membuncah, hingga Soekarno telak menjadi pemimpin tanpa melalui arus pemilihan. Jika Bung Hatta bertahan dengan pandangannya bahwa pendidikan merupakan landasan jalannya kemerdekaan, maka Soekarno memperkuat basis kekuatan Hatta dengan menjadi Penyambung Lidah antara Indonesia dan masyarakat dunia. Dia lah Soekarno, yang keingingan kuatnya untuk menyatukan 3 ideologi terbesar pada saat itu, Nasionalisme, Islamisme, Marxisme, menjadikannya sebagai orang besar bergelar ‘Putera Sang Fajar’.

Comments

Popular posts from this blog

Tahapan Kaderisasi

Kader berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai. Bila dimaknai secara lebih luas, berarti : Orang yang mampu menjalankan amanat. Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian. Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Secara utuh kader adalah mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan formal, teruji dalam pengkaderan informal dan memiliki bekal melalui pengkaderan non formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap terjaga, melainkan juga diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna. Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan diri...

Tazkiyatun Nafs

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18) Ayat di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok. Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah,  mu’aqabah dan mujahadah. Mu'ahadah Mu'ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali ...

Pangan Fungsional

I.          Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam bahan makanan. Keadaan ini bisa terjadi karena kurangnya asupan bahan-bahan aktif yang dapat mencegah reaksi autooksidasi dari radikal bebas tersebut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibutuhkan asupan makanan, baik berupa sayuran, buah-buahan yang merupakan sumber antioksidan. Aktivitas antioksidan dapat menangkap radikal bebas, sehingga sel-sel yang rusak dapat dicegah ataupun diperbaiki. Selain dari sayuran dan buah sumber antioksidan juga dapat berasal dari tanaman  obat, jahe, mengkudu, lidah buaya, pegagan, temulawak, asitaba dan lain-lain. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut dapat bermanfaat sebagai sumber antioksidan misalnya flavonoid, tanin, polifenol dan lain-lain. Tanaman biofarmaka yang berfung...