"Pak, saya punya mimpi untuk melanjutkan kuliah S2 di Manchester University sambil membawa isteri. Menurut Bapak, apakah saya mampu menghidupi dan membahagiakan isteri saya dengan kondisi tunjangan beasiswa demikian?" Tanya salah seorang peserta saat mabit ITB SC berlangsung. Sontak saja seluruh peserta dan panitia yang hadir tertawa begitu derasnya, tak terkecuali aku.
O Allaah, sepintas saja, aku mengaguminya. terkagum karena betapa mantapnya saat ia mengeluarkan pertanyaan itu, kagum karena betapa luesnya ia memikirkan masa depan bersama, ia dan isteri. sedangkan aku? *sigh
berbicara tentang masa depan (dalam hal ini berpasangan), entah mengapa baru kali ini rasanya aku ingin memikirkannya dengan sungguh-sungguh. semalam, bahkan aku mulai berpikir untuk mempercepat prosesnya, entah karena intervensi pertanyaan itu atau memang keinginan itu tiba2 muncul secara mantap dalam diri. ah, aku tak tau!
batasan. ya, lagi2 batasan.
aku terpuruk dengan pemikiranku sendiri bahwa segala hal harus berjalan secara sempurna, terutama masalah pernikahan ini. kupikir, aku salah ketika menjajaki dunia pernikahan saat bekal pun tak ada. di setiap kali berorganisasi saja selalu disinggung masalah kadar iman, kerja keras, bekal yang dipersiapkan, bla bla bla.... lha, masa pernikahan pake prinsip 'semau gue'? eh?
yakini saja, segala sesuatu itu datang di waktu yang tepat.
visi ini besar, membentuk generasi Rabbani.
untuk mewujudkan visi tersebut, kemauan saja tak cukup, kawan.
persiapkanlah. ya, persiapkanlah.
Comments
Post a Comment