Saat-saat melankolis, aku menikmatinya. menerawang jauh sambil mendengarkan playlist murratal serta harmoni musik klasik. Yah, melankolis yang akhirnya membuat debaran jantungku tak karuan, entah sedih, marah, kesal, atau justru bahagia...
kata orang, kesedihan itu mudah dilupa. jarang ada orang yang benar2 menampakkan kesedihan di depan orang lain, hingga akhirnya kesedihan itu perlahan memudar hilang tak berbekas. dan tralalala...kau akan membuat dirimu dikenal banyak orang sebagai pribadi ceria pembuat tawa.
(Ah, hei nona, kau berbicara tentang orang lain atau dirimu sendiri? -,- )
aku sedang duduk manis di depan laptop di lantai 4 ini sambil sesekali melongok ke luar jendela. di sana matahari sangat terang, cerah, indah, merona. meski hanya bisa dibayangkan, kupikir berkas matahari itu akan terasa hangat begitu menyentuh kulitku. ya, meski hanya bisa dibayangkan...
sedikit mengingat kembali masa lampau. atau bahasa kerennya apa ya? bermuhasabah? eh?
terbayangkan olehku saat-saat berada di pantai (emang dasar pecinta laut :P).
waktu itu aku pergi wisata bersama keluarga ke pantai di wilayah Banten. sampai detik ini, rasanya suasana itu masih jelas terasa; pasir putih yang lembut terinjak kaki, temperatur udara yang sedikit panas, kelopak nyiur yang terus melambai sambil menanggung beratnya kelapa-kelapa di setiap batangnya, warung-warung yang berjejal minta dikunjungi, bola-bola dan ban-ban air yang melayang kesana-kemari, serta suara bising anak-anak yang mencoba belajar berenang dan sebagian lagi asik berlari-lari.
saat itu aku masih terlalu kecil, tinggiku bahkan belum sampai satu meter. Bapak mengajakku berenang. Beliau terus menggiringku ke laut yang lebih dalam sambil mencengkeram lengan kananku erat. perlahan aku merasakan ombaknya, kekuatannya, air laut yang asin itu pun baru kutahui rasanya setelah ia meronta hebat di perutku hingga akhirnya menubruk wajah dan masuk ke dalam mulutku. iuuuh....
Bapak memaksaku mengepakkan kedua kaki. "Ayo, Sih, katanya mau berenang?" ujarnya menyemangati. aku tak mau kalah. kucoba merentangkan kedua tangan lebar-lebar, kedua kaki sudah siap siaga mendorong ombak.
"Aku siap, aku siap, aku siap!" gumamku.
hingga beberapa menit kemudian....
"Pak, Asih nyerah" katakku dengan wajah lesu dan kedua mata memerah karena tak tahan dengan air asin itu. Uh, meski sudah berkali-kali dicoba, badanku tak mau mengapung juga. pada akhirnya aku bukan lagi membuat gerakan berenang gaya bebas, melainkan gaya batu -_-
Bapak hanya tersenyum. sejurus kemudin beliau menyewakanku ban air agar aku bisa tetap melayang-layang di atas ombak.
Aduh, Asih, kamu tak tahu saja bahwa sikap menyerahmu saat itu akan terus terbawa hingga kini dan akhirnya membuatmu benar-benar tidak bisa berenang :(
laut, danau, pegunungan, hujan, cahaya matahari, bulan, bintang, awan, langit, aku menyukai semuanya. ya, semuanya.
mereka mengingatkanku tentang keluargaku, Bapak, Ummi, serta adik-adik dan saudara-saudaraku di rumah. aku menyayangi mereka, dari kaki hingga ubun-ubun. dan terkadang, begitu perih hatiku setiap kali mengingat bahwa harapan kita tak seindah nyatanya.
O Allaah, ridhai keluargaku, lembutkan hati kami, terangi jiwa kami, mudahkanlah segala urusan kami.
Allaahumma yassirlanaa...
Allaahumma yassirlanaa...
Comments
Post a Comment