Skip to main content

Satu Kisah Perjuangan Cinta yang Lain

"Kita adalah musafir cinta dan kita akan bertemu di jalan," Raj, dalam film Rabb Ne Bana Di Jodi

Kawan, ada banyak kisah perjalanan cinta yang terjadi di sekitar kita. Orang-orang yang tengah menempuh perjalanan itu, saya menyebutnya musafir, yaitu mereka yang kian sibuk berjalan menuju tujuan (cinta) masing-masing. Perjalanan cinta yang hakiki tentu hanya bermakna ketika didedikasikan untuk Rabb semesta alam, Sang Pemberi Cinta pula keindahan segala rasa. Namun dalam kisah kali ini, saya ingin membuatnya lebih spesifik. Cinta yang saya maksud di sini adalah tak lain cinta yang lahir dari fitrah manusiawi seorang lelaki terhadap perempuan, begitupun juga sebaliknya.

Di antara para musafir mungkin ada sebagian yang berhasil mendapatkan cintanya, tentu tidak ada salahnya jika kita turut berbahagia atas rezekinya itu. Namun untuk mereka yang tertandas, tidak ada kewajiban bagi kita untuk turut berduka, dan Allah tidak memerintahkan kita bersikap demikian.

Sumber

Sebagai pengawal, omong-omong, saya punya teman berbagi kisah belakangan. Dia adalah salah satu rekan saya di kantor. Di antara sekian banyak orang yang kerap membagi kisah hidupnya, entah mengapa kisah rekan sekantor saya ini memberikan kesan tersendiri di dalam kepala saya akhir-akhir ini.

Dia adalah seorang lelaki biasa. Biasa dalam artian layaknya lelaki pada umumnya, dia mempunyai cinta yang dia rasa patut diperjuangkan. Dan untuk memperjuangkan cintanya itu, dia tempuh sebuah perjalanan panjang yang banyak menguras waktu, tenaga, dan tentu juga pikiran.

Seperti sore tadi, untuk kali sekian ketika dia kembali berbagi. Dia nampak begitu bersemangat, hingga jam pulang kantor pun sengaja dia tunda agar bisa melanjutkan kisahnya kepada saya sampai tuntas.

"Jadi bagaimana, Bang?" kata saya pada akhirnya, "Apakah akan tetap Abang perjuangkan?"

Dia nampak berpikir sejenak. Kemudian sambil tertawa dia menjawab, "Oh tentu! Aku akan berusaha ketemu dia, entah nanti dia akan terima atau tidak."

Tiba-tiba saya merasa gemas. Kemudian saya tanya lagi, "Apa yang membuat Abang yakin untuk memperjuangkannya? Bahkan sampai sejauh ini."

Cukup yakin dia menjawab, "Aku enggak ngelibatin perasaanku di sini. Aku hanya tahu bahwa aku harus berjuang. Sesederhana itu."

Saya terdiam sesaat. Agak lama, sembari berusaha tetap santai saya katakan, "Bang, ada 2 jenis orang yang berusaha keras mendapatkan apa yang dia inginkan. Pertama, ada dia yang berusaha keras karena memang apa yang akan didapatkannya itu merupakan kebutuhan dasar, entah untuk dirinya sendiri atau orang lain. Kedua, ada dia yang berusaha keras karena secara kondisi sudah terlanjur mencoba, sehingga ketika gagal dia akan terus berusaha sampai benar-benar mendapatkannya."

"Dan kamu menganggap jenis orang yang kedua itu salah, begitu?" tanyanya menyudutkan, yang menurut saya justru memperlihatkan betapa dia merasa insecure atas apa yang telah dilakukannya.

Kawan, terkait apa yang saya katakan di atas, kalau boleh saya ingin menganalogikannya seperti perjuangan memancing ikan. Ada 2 jenis kondisi yang menyebabkan seseorang bersikukuh harus mendapatkan ikan pancingan. Kondisi pertama, bayangkan, seseorang membutuhkan ikan untuk hidangan makan di atas meja, entah kelak hidangan itu diperuntukkan kepada dirinya sendiri atau orang lain. Untuk memenuhinya, dia ambil pancing beserta kail dan umpan, dia pergi ke danau atau sungai, dia lempar pancing dan menunggui ikan sampai kepada umpannya, dan akan terus berusaha sabar menunggu sampai dia benar-benar mendapatkan ikan tersebut. Kondisi kedua, lagi-lagi bayangkan, seseorang pergi ke arena pemancingan dan tiba-tiba tertarik untuk mencoba. Dia lempar pancing beserta kail dan umpan, lalu dia tunggui sampai benar-benar dia dapatkan ikan seperti para pengungjung lain kebanyakan yang berhasil lebih dulu sebelum dirinya.

Lihatlah, 2 kondisi di atas menghasilkan indeks kepuasan dan kebermanfaatan yang sangat berbeda meski yang didapatkannya sama-sama berbentuk ikan. Orang pertama memancing dan mengerahkan seluruh usaha karena ikan merupakan kebutuhan dasar untuk makan. Dia atau orang lain akan makan ketika dia dapatkan ikannya, yang secara tidak kasat mata dapat dikatakan bahwa ikan itu sangat berharga untuk menjadi salah satu bagian dari perjalanan memancingnya. Orang kedua, dia memandang keberhasilan mendapatkan ikan di arena pemancingan sebagai bentuk superiornya terhadap pengunjung-pengunjung lain, atau setidaknya demi memenuhi rasa penasarannya terhadap keberhasilan itu sendiri, sedang pada hakikatnya ikan yang berusaha dia dapatkan tidak memiliki nilai lebih di matanya.

Mendapatkan cinta tentu merupakan suatu keberhasilan dan keberuntungan yang luar biasa. Tidak semua orang bisa mendapatkan cinta. Meski demikian, sebelum berusaha mendapatkannya, saya merasa layak bagi seorang musafir untuk memastikan bahwa perjalanan cinta yang ditempuhnya merupakan suatu perjalanan yang memiliki nilai sangat besar, tidak sekadar memenuhi ego apalagi membuktikan kapasitas diri. Tidak, cinta tidak semurah itu. Ketika tujuan akhir sebuah perjalanan cinta adalah pernikahan, di mana perkembangan anak dan istri menjadi taruhan, tentu akan semakin bermakna ketika perjalanan itu ditempuh atas dasar penggenapan iman dan kebutuhan.

"Tapi ketika pada akhirnya aku enggak bisa sama dia, I've got nothing to lose," katanya lagi. Saya hanya menanggapinya dengan tersenyum.

"Iya, Bang, kamu mungkin tidak merasa kehilangan apa-apa saat ini. Tapi waktu dan tenagamu yang berharga itu, pikiranmu apalagi, terlanjur berguguran untuk sesuatu yang sebenarnya tidak kamu yakini amat berharga dalam hidupmu," ujar saya dalam hati disertai rasa empati yang saya miliki. Tidak saya katakan langsung karena saya merasa tidak berhak memberikan judgement, apalagi untuk sesuatu yang belum tentu saya pahami seluruh kondisinya.

Usai mengakhiri kalimat itu, yang ternyata berbarengan dengan kedatangan pesan dari ibunya agar dia segera pulang, dia berkata, "Aku bisa menangkap apa yang kamu tekankan. Insya Allah aku akan istikharah lagi."

Pada akhirnya, Kawan, apapun yang kita dapatkan akan selalu sejalan dengan ketetapan Allah. Keberhasilan dan kegagalan selalu menjadi misteri dan buah dari skenario terbaik-Nya, sehingga jangan pernah alpa apalagi sengaja lupa, untuk selalu melibatkan Allah di setiap pilihan yang kita buat.

Mari berdoa agar hati senantiasa terjaga dalam hikmah dan keberkahan dari-Nya. Pula jangan sampai dilupa, meminta Allah senantiasa menjaga niat kita agar senantiasa lurus dalam rangka beribadah dan mencapai derajat taqwa.

By the way, Bang, makasih yoghurtnya. Asem banget tapi bikin seger hehe...

Comments

Popular posts from this blog

Tahapan Kaderisasi

Kader berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai. Bila dimaknai secara lebih luas, berarti : Orang yang mampu menjalankan amanat. Orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian. Pemegang tongkat estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu organisasi Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung kontinyuitas sebuah organisasi. Secara utuh kader adalah mereka yang telah tuntas dalam mengikuti seluruh pengkaderan formal, teruji dalam pengkaderan informal dan memiliki bekal melalui pengkaderan non formal. Dari mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi tetap terjaga, melainkan juga diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan organisasi hingga paripurna. Pengakaderan berarti proses bertahap dan terus-menerus sesuai tingkatan, capaian, situasi dan kebutuhan tertentu yang memungkinkan seorang kader dapat mengembangkan potensi akal, kemampuan fisik, dan moral sosialnya. Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan diri...

Tazkiyatun Nafs

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18) Ayat di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan diakhiri pula dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berpikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah diisi dengan taqwa. Kemudian ayat di atas juga menjelaskan kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah agar mempunyai langkah antisipatif terhadap kemungkinan apa yang terjadi esok. Syeikh Abdullah Nasih ‘Ulwan dalam bukunya ‘Ruhniyatut Da’iyah’ mengajarkan kepada kita bagaimana meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan lima ‘M’ yaitu: Mu’ahadah, muraqabah, muhasabah,  mu’aqabah dan mujahadah. Mu'ahadah Mu'ahadah yakni mengingat dan mengokohkan kembali ...

Pangan Fungsional

I.          Latar Belakang Salah satu penyebab meningkatnya penderita penyakit degeneratif di masyarakat adalah kerusakan sel tubuh sebagai akibat aktivitas unsur radikal bebas yang terdapat dalam bahan makanan. Keadaan ini bisa terjadi karena kurangnya asupan bahan-bahan aktif yang dapat mencegah reaksi autooksidasi dari radikal bebas tersebut. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dibutuhkan asupan makanan, baik berupa sayuran, buah-buahan yang merupakan sumber antioksidan. Aktivitas antioksidan dapat menangkap radikal bebas, sehingga sel-sel yang rusak dapat dicegah ataupun diperbaiki. Selain dari sayuran dan buah sumber antioksidan juga dapat berasal dari tanaman  obat, jahe, mengkudu, lidah buaya, pegagan, temulawak, asitaba dan lain-lain. Senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman tersebut dapat bermanfaat sebagai sumber antioksidan misalnya flavonoid, tanin, polifenol dan lain-lain. Tanaman biofarmaka yang berfung...