Pukul 09.50 WIB,
sudah beberapa menit berlalu dalam perkuliahan farmasi lingkungan ini. Diikuti
oleh kurang lebih 170 orang mahasiswa, kelas ini tak kondusif. Beberapa
mahasiswa terlihat membuat forum diskusi sendiri untuk membahas bahan praktikum
compounding-dispensing yang akan dilaksanakan lusa, beberapa lagi terlihat
terangguk-angguk menahan kantuk, ada juga yang sedang asik memainkan handphone
sambil mengobrol ringan dan 'penting' di sudut kelas, bahkan beberapa yang lain
memilih mengacuhkan dosen yang sedang berusaha keras menyampaikan perkuliahan
untuk hari ini, termasuk aku yang kini sedang asik menulis lewat notebook
miniku. Aih, mahasiswa tak tahu sopan santun -,-
Teringat lagi
tentang materi pembinaan asrama 'Akrimvis' beberapa minggu lalu. Pembinaan yang
menghadirkan Kak Fahmi (Anggota Majlis Syuro Gamais ITB) sebagai pemateri ini
sempat menohokku. Bagaimana tidak? Kak Fahmi banyak membahas tentang idealisme
mahasiswa yang keberjalanannya tak seiring dengan aktivitas mahasiswa tersebut.
Beliau bercerita bahwa suatu hari saat sedang berjalan di sepanjang lorong
asrama PPSDMS (asrama khusus ikhwan yang beliau huni saat ini), beliau secara
iseng memperhatikan setiap tulisan yang tertempel di mading asrama dan
membacanya satu persatu. Ada beberapa tulisan yang menggugah hati, bahkan
tersirat idealisme mendalam dari si penulis. Karena penasaran, Kak Fahmi
menghampiri kamar si penulis tadi sebagai ajang pembuktian. Sedikit
mengecewakan, idealisme mendalam itu ternyata tidak diiringi oleh tindakan
ideal pula; kamar tidak rapi, kamar mandi tidak bersih, meja belajar
berantakan. Hmmm...ternyata idealisme itu hanya terukir dalam tulisan.
Kawan, sering kali
mahasiswa menganggap dirinya adalah sosok independen yang banyak memikirkan
kepentingan rakyat. Tak jarang beberapa dari mereka berkoar-koar di depan
gedung DPR dan menyuarakan aspirasi mereka dengan harapan terbentuknya
Indonesia yang lebih baik.
Aku tidak menyatakan
sepenuhnya kalau itu salah, karena sebetulnya niat mereka memang baik (baik
banget :P)
Tapi, kawan, aku
hanya ingin menekankan satu hal. Ideal itu baik, tapi akan lebih baik jika
diiringi dengan tindakan nyata. Dimulai dari hal yang kecil, seperti
membersihkan kamar kosan, merapikan rak buku, membuat catatan kuliah dengan
baik, dan tentu saja memperhatikan dosen saat dosen menyampaikan materi
perkuliahan (terus lo sekarang lagi ngapain, Sih?)
Ada banyak metode
untuk memupuk diri. Perhatikan lah sekitar, alam ini, kota ini, kampus ini,
semua mendukungmu untuk terus belajar dan berkembang. Hematku, sempurna itu
tidaklah sulit, tergantung bagaimana persepsi kita mendefinisikan kesempurnaan
itu. Jika mahasiswa berpikir bahwa sempurna adalah berpikir besar, it's ok...
Namun jika beberapa
mahasiswa lain berpikir bahwa sempurna itu adalah peka terhadap sekitar dan
membenarkan tindakan dari hal-hal yang kecil, it's cool... :D
NB :
Tulisan ini
ditujukan lebih kepada diriku pribadi.
Jika ada yang
tersinggung, maka jadikanlah ini sebagai pengingat diri.
Yuk sama-sama
merenung untuk membentuk karakter yang lebih baik ^^
whahaha,,parah bnged
ReplyDeletesebut merk bung.. :p
isinya memang realita yang ada,,
'lain di mulut, lain pula dalam tindakan'
tapi mungkin ini adalah proses pembelajaran..
pembelajaran menju kesempurnaan idealisme...
yg sebenernya ndah sendiri gk terlalu paham menilai orang atau bahkan diri sendiri itu 'sosok yang idealisme'.. ehehe