Hampir dua tahun
sudah kaki ini menginjak dunia kampus. Setiap hari terfokus pada mata kuliah
dan kesibukan berorganisasi menjadi rutinitas tak kenal henti. Kadang memang
terasa jenuh, bahkan laboratorium yang harusnya menjadi rumah ketiga setelah
kampung halaman dan asrama yang kini kutinggali sering kali mendapat kesan
buruk dan mencekam. Bagaimana tidak? Dalam satu minggu kuliah, minimal delapan
jam waktu harus kuhabiskan melalui kegiatan "eksperimen" dan
interaksi "menarik" dengan tikus, mencit, katak, dan hewan-hewan
malang lainnya.
Satu hal yang
kugaris bawahi, yaitu masalah berorganisasi. Beberapa waktu lalu, aku
mendapatkan sebuah kritikan yang terdengar ringan namun membuat otakku terus
bekerja sepanjang hari. Hmm...aku tak mengerti, karena kritikan itu terlalu
sederhana untuk dibuat kompleks dan terlalu santai untuk dipikirkan sebagai
masalah. Tapi kenapa hal itu terus menyita waktuku yang sudah sempit ini?
#ceritanya sok sibuk :p
Aku tergabung dalam
sebuah organisasi kampus yang sistemnya berdasar pada nilai-nilai aqidah dan
tauhid. Setiap harinya, masalah ummat menjadi pokok utama permasalahan dan
seringkali menjadi bahasan di setiap rakor. Mulia sekali, kan? Tapi bukan hanya
mulia, kawan, karena bagiku tergabung di dalamnya adalah kebanggan tersendiri.
Mengapa demikian? Karena semua perubahan ini, kesadaran ini, kudapatkan setelah
aku mulai memasuki organisasi tersebut.
Ada hal
"menarik" yang masih menjadi kendala dan ternyata masih tidak ada
solusi yang bisa kudapatkan atasnya. Kawan, percayalah, berkarakter
sanguinis-koleris itu bukan kemauanku. Aku pun shock begitu mengetahui bahwa
karakter sanguinis itu memiliki komposisi yang jauh melampaui 3 karakter
lainnya dengan persentase mencapai 70%. Awalnya aku bangga, karena dengan
karakter itu segala pertemanan akan terjalin dengan mudah di manapun dan
kapanpun aku berada. Enak sekali, banyak teman dan banyak obrolan ringan di
mana-mana hohoho..
Hari berganti,
beberapa hal terkadang tak lagi sama. Seperti halnya aku yang kini banyak
mendapat tuntutan dari teman-teman serta orang-orang yang berada di sekitarku.
Sebagian besar mereka berkata bahwa aku sebaiknya membiasakan diri untuk lebih
'kalem'. Dan lagi, aku harus belajar peka pada segala hal yang kutemui. Untuk
kesekian kalinya, pencitraan diri merupakan masalah klasik yang harus kuhadapi
dan kuorganisir sebaik mungkin. Yah, aku yakin kau mengerti apa yang kumaksud.
Sanguinis terbiasa untuk menjadi penghibur, bukan berdiplomat. Sanguinis
terbiasa dengan ketidak pekaannya, karena begitulah memang adanya.
Jadi, apa yang harus
kulakukan?
Mengikuti kehendak
diri atau berusaha merubah pribadi?
Hmmm...
Kan bisa diubah Asih...
ReplyDeleteSaya dulu melankolis-plegmatis, sekarang jadi plegmatis-koleris :D
Selalu memohon kpd Allah.
Allaahu a'lam.