Hi :) Beberapa hari ini hati terasa sendu. Tak lain karena memikirkan sosok seorang ibu. Umi, wanita terbaik dalam hidup. Saya selalu berpikir, Ah Umi, andaikan kita bisa lebih banyak berbicara mendalam dari hati ke hati... Terkadang saya bertanya kepada Allah, apakah Umi pernah bahagia dalam hidupnya? Tak banyak senyuman indah yang bisa saya ingat dari bibir Umi. Dibanding tawanya yang tulus, saya lebih banyak mengingat momen-momen Umi menangis. Umi ini rapuh sekali, sosok yang sangat harus dibimbing. Hingga saya sering khawatir, apakah Umi mampu menjalani hidup jika Bapak dipanggil lebih dulu oleh Allah? Sebagai Ibu dan anak, seharusnya hubungan kami sangat dekat. Seharusnya kami memiliki komunikasi dan kedekatan emosi yang sangat baik. Namun yang terjadi, saya tidak bisa terlalu lama mengobrol dengan Umi. Kami terlalu berbeda, sejak dahulu. Lalu kini, perbedaan itu menjadi jurang yang sangat dalam dan lebar di antara kami. Sekian kali terjadi, semakin saya paksakan untuk terus berte...
Hi :) Saya mau cerita. Sekitar Februari lalu saya dan suami membawa Musa ke Klinik Tumbuh Kembang Anak. Awalnya kami tidak terpikir untuk melakukannya, sebab perkembangan Musa menurut kami sudah sesuai dengan usia. Musa berhasil babbling di usia kurang dari satu tahun, lalu bisa mengucap kata 'Ah' (Ayah) dan 'ee' (pup) di usia kurang dari 18 bulan. Lagipula gangguan tumbuh kembang anak bukan sesuatu yang biasa di keluarga kami, sebab terbukti Tisya dan Hafshah mampu melewati semua fase dengan baik meski mereka juga bayi prematur. Yah, bisa dikatakan kami cukup denial dengan kondisi Musa saat itu. Lalu, beberapa malam sebelumnya, dua kali di malam yang berbeda Musa menangis lama hingga lebih dari 30 menit. Hal ini membuat saya sangat khawatir. Sebab Musa adalah bayi yang cenderung tenang dan mandiri saat membutuhkan sesuatu. Pun saat terbangun malam, Musa sering berinisiatif mengambil minumnya sendiri di dekat kasur lalu setelahnya kembali tertidur. Saya khawatir Musa ...