Hi :)
Beberapa hari ini hati terasa sendu. Tak lain karena memikirkan sosok seorang ibu. Umi, wanita terbaik dalam hidup. Saya selalu berpikir, Ah Umi, andaikan kita bisa lebih banyak berbicara mendalam dari hati ke hati...
Terkadang saya bertanya kepada Allah, apakah Umi pernah bahagia dalam hidupnya? Tak banyak senyuman indah yang bisa saya ingat dari bibir Umi. Dibanding tawanya yang tulus, saya lebih banyak mengingat momen-momen Umi menangis. Umi ini rapuh sekali, sosok yang sangat harus dibimbing. Hingga saya sering khawatir, apakah Umi mampu menjalani hidup jika Bapak dipanggil lebih dulu oleh Allah?
Sebagai Ibu dan anak, seharusnya hubungan kami sangat dekat. Seharusnya kami memiliki komunikasi dan kedekatan emosi yang sangat baik. Namun yang terjadi, saya tidak bisa terlalu lama mengobrol dengan Umi. Kami terlalu berbeda, sejak dahulu. Lalu kini, perbedaan itu menjadi jurang yang sangat dalam dan lebar di antara kami. Sekian kali terjadi, semakin saya paksakan untuk terus bertemu, justru membuat saya semakin ingin menjauh.
Ibu tumbuh dengan tingginya tekanan keluarga. Physical dan Verbal Abuse adalah paparan yang diberikan kepada Umi setiap hari. Sekolah hanya sampai kelas 1, lalu dipaksa mencari uang dan menikah dini, siapa yang mampu? Ketika dikaruniai banyak anak dan mengurus semua sendiri, padahal bekal ilmu seadanya, siapa yang tidak akan kacau? Apalah itu ilmu parenting, apalah itu metode soft spoken. Umi bisa bertahan saja sudah luar biasa.
Lalu kini, saya tumbuh berbekal banyak luka. Saya tidak ingat kapan terakhir dipuji Umi, dan apakah pernah? Apakah saya pernah dipeluk? Kecupan terakhir yang saya ingat adalah saat kami hendak berpisah di pintu gerbang SMA, karena untuk pertama kalinya saya masuk asrama dan jauh dari keluarga. Setelah itu, ya hari berjalan seperti biasa. Meski begitu, saya tidak bisa menyalahkan Umi. Umi adalah produk yang dihasilkan ibu dan nenek moyangnya. Saya tahu, Umi juga banyak memiliki luka.
Jika bisa berandai, saya ingin menjadi sosok ibu untuk Umi. Saya ingin mengajari Umi betapa pentingnya pendidikan dan kemampuan mengatur uang. Saya ingin memberikan kasih sayang yang tulus pada Umi, hingga membuat Umi belajar cara mengasuh dan mencintai anak-anaknya. Dan paling penting, saya ingin terus membuat Umi bahagia dan tumbuh selayaknya anak yang berharga dan dicintai; dipeluk, dibelai, dikecup, juga pujian-pujian tulus yang terus terdengar setiap waktu.
Maaf, Umi, maaf saya belum mampu menjadi jalan bahagia untuk Umi. Namun, semoga saya juga tidak menjadi sumber luka untuk Umi. Bersama dengan banyaknya penderitaan Umi, semoga Allah mudahkan jalan Umi menuju Surga-Nya.
Umi adalah wanita terbaik dalam hidup saya. Orang yang paling tulus dan mau menerima saya kapanpun saya kembali. Terima kasih telah menjadi Ibu yang luar biasa bagi kami 💖
Comments
Post a Comment