Yuli,
Shalihah, tahukah kau kenapa sampai kini kita masih kuat berdiri? Bukan saja
karena topangan yang kita pijak terbangun utuh dan kuat, melainkan juga
janji-Nya yang secara jelas memaparkan bahwa kita tidak akan pernah diuji di
luar batas kemampuan yang kita miliki.
Lantas,
ingatkah kau bagaimana dahulu kita mulai dekat? Kau salah jika berpikir aku mau
berteman denganmu karena merasa begitu kesepian kala itu. Sama sekali bukan.
Aku benar-benar mengagumimu. Dan kekaguman itu tidak pernah berkurang sampai
sekarang.
Berbeda
denganku yang pemalu dan selalu berlindung di balik punggung orangtua, sejak
kecil kau adalah sosok anak perempuan yang sangat berani. Kau tunjukkan padaku,
bahwa anak perempuan tidak selalu lemah dan gemar menangis. Sekali dua kali
waktu, kau bahkan berani membentak balik anak-anak lelaki yang usil dan membuat
mereka diam tak berkutik. Sesuatu yang tidak pernah bisa kulakukan sampai aku mulai
mengenalmu.
Kau
mungkin lupa. Dahulu aku terbiasa merenung sendiri di balik jendela, memandangi
anak-anak lain bermain asik di halaman rumah atau berlarian dengan bebas di
jalanan. Lalu kau datang, kerap sembari membawa segelas es teh dan segenggam
jambu air, menawarkannya padaku lalu mengajakku bermain boneka bersamamu. Hei, bukankah
dahulu kau begitu manis?
Tidak
hanya itu, di sekolah kudengar kau berhasil membangun kelompokmu sendiri. Aku
tertawa ketika beberapa anak membicarakanmu, berceloteh betapa kau berhasil
menguasai kelas dan lorong-lorong sekolah. Mereka takut padamu. Tetapi tidak
denganku, sebab kau terlanjur menjadi sosok heroik yang telah mengenalkanku
banyak pada kehidupan di luar sisi jendela rumahku.
Seiring
waktu berganti, aku melihat keberanian itu lebih sering tersembunyi di balik
matamu. Kau kerap terdiam, tertunduk sayu, atau berucap lirih setiap kali aku
mengunjungimu. Ingin sekali aku memukulmu, atau setidaknya menertawakanmu, agar
kau tersinggung kemudian sosok Yuli yang kurindukan merongrong kembali ke permukaan.
Tetapi kemudian aku tersadar. Betapa egoisnya aku.
Aku
tahu setiap manusia memiliki jalan hidupnya masing-masing. Diam ataupun vokal,
dominan ataupun tertunduk takluk, masing-masing menemukan dirinya di balik
jalan hidupnya itu. Kau mungkin kini lebih pendiam, tetapi aku tahu kau kini
lebih dewasa dibanding dirimu dulu.
Hanya
saja, Minggu malam itu, aku tak kuasa mempertahankan benteng maklumku. Ketika
hampir saja kau teteskan air mata sembari bercerita ini dan itu, aku hanya bisa
tertunduk lesu. Aku semakin merasa kehilangan dirimu. Aku tahu, kau hanya butuh
waktu dan aku harus sabar menunggu. Maka, dalam masa menunggu itu, kutuliskan
ini bersama segenggam cinta dan kekaguman yang masih kusisihkan untukmu.
Yuli,
kau tahu, kau akan tetap menjadi sosok heroik kecil yang mengakar di dalam
memoriku. Kau adalah perempuan tangguh, jauh lebih tangguh dariku. Kau mampu
membuatku mengangkat kepala lalu menyongsong pagi mengais bahagia bersama
boneka-boneka barbie yang kita punya. Maka tak ubahnya masa kecil kita, sampai
kini kau tetap mampu membuatku menyongsong bahagia meski tapak kakiku terukir
100 kilometer lebih jauhnya.
Kau,
yang selalu mendapat bagian di ruang-ruang cinta yang kupunya, jadilah orang
besar. Bukan hanya besar oleh isi yang ada di kepala, tetapi juga oleh isi yang
ada di kedalaman nuranimu.
Jadilah
kau perempuan yang selalu bijaksana. Sungguh, kau akan tetap bahagia, melalui
akal dan hati yang bersih karena kebijaksanaan yang nilainya tidak pernah mampu
terkalkulasi oleh manusia. Maka mulai saat ini, buanglah jauh-jauh kesedihan
itu.
Yuli,
seberapapun banyaknya kalimat kusampaikan padamu, kau tetaplah tuan atas
kehidupan yang digariskan Rabb untukmu. Aku tak bisa menghiburmu banyak, tetapi
Allah selalu punya cara untuk membuatmu bahagia. Mohonlah pada-Nya, pintakan
jalan terbaik dan berkemaslah untuk mencari bekal sebanyak-banyaknya menuju
kebahagiaan yang sempurna di surga-Nya.
Mari,
kita buat ini menjadi lebih sederhana... Kau adalah orang yang berbahagia, dan
akan terus berbahagia dalam karunia-Nya. Bismillah, Yul, aku yakin Dia akan
menjaga dan mencintaimu jauh lebih baik daripada aku. Kusisihkan waktuku,
menunggumu sampai keberanian itu keluar dan akan kulihat kau tersenyum hangat
menyambut dirimu yang jauh lebih besar dari hari ini :’)
Comments
Post a Comment