Hai, nama saya Asih
Purnamasari. 10 Muharram esok usia saya genap 22 tahun. Apa capaian terbesar
saya di usia yang sudah tua ini? Nothing *sigh*
Saya terlahir dari keluarga biasa
dengan ritme fluktuatif yang luar biasa. Bapak saya dulu seorang pebisnis,
namun dengan beberapa kejadian yang tidak akan pernah saya lupakan dahulu, saya
bersyukur bahwa kini Bapak memiliki sejarahnya sendiri yang mengajari saya
banyak hal, termasuk pekerjaan Bapak kini sebagai seorang supir angkutan umum
yang membuat saya belajar makna sebenarnya dari kata ikhlash dan syukur. Ummi
saya tidak lulus SD. Ummi belum mampu membaca alfabet, bahkan membuat tulisan
nama dan tanda tangannya sendiri saja baru dipelajarinya setelah saya memasuki
bangku sekolah dasar. Namun yang akan selalu saya ingat, Ummi saya adalah
seorang wanita yang luar biasa, yang darinya saya belajar tentang makna setia
dan cinta tiada batas.
Sejak kecil, saya dan
adik-adik mendapatkan pola asuh dan didikan yang sangat keras dari kedua orang
tua. Orang tua saya tidak akan segan menegur bahkan memukul jika kami melakukan
kesalahan, terutama jika itu berkaitan dengan akhlak. Ketika saya masih sangat
kecil, pernah sekali waktu seorang teman berhasil memukulkan batu ke kepala
saya hingga berdarah-darah, bahkan ketika itu saya masih meringis kesakitan,
Bapak justru menyuruh saya meminta maaf terlebih dahulu kepada teman saya
tersebut. Saya sering protes, tentu saja, ego saya terlalu tinggi untuk menampakkan
bahwa diri saya lebih rendah dibanding orang lain. Di sisi lain, saya merasa
bahwa sungguh tidak adil ketika orang lain yang menyakiti tapi justru saya yang
harus meminta maaf. Sayangnya hal itu tidak pernah ditolerir oleh Bapak.
Semakin saya protes, semakin berat hukuman yang saya dapatkan.
Di keluarga saya hampir
tidak ada apresiasi yang diberikan untuk segala prestasi yang kami dapatkan.
Orang tua saya selalu mengajarkan kepada saya dan adik-adik agar memiliki jiwa
kompetitif, namun di sisi lain tetap merundukkan diri begitu rendah. Ketika
para tetangga dan guru-guru memuji prestasi saya, Bapak dan Ummi justru tidak
menyempatkan hadir ke sekolah untuk menerima piagam-piagam tersebut. Tentu saja
saya kesal. Namun berbeda dengan teman-teman saya yang melampiaskan
kekesalannya dengan menangis atau ngambek, saya justru semakin ambisius untuk
menjadi yang terbaik di sekolah. Saya tumbuh menjadi seorang pribadi yang keras
terhadap diri sendiri dan kerap kali mendominasi orang lain. Di sekolah, seorang
guru bahkan pernah menjuluki saya sebagai “Siswa yang ngotot belajar”, sebab
meski background lingkungan terbatas saya tetap memaksakan diri bermimpi
setinggi-tingginya. Beberapa orang mengira bahwa saya begitu idealis dan
memiliki visi besar, padahal sejatinya hal tersebut semata-mata saya lakukan
hanya untuk mendapatkan secuil perhatian dari kedua orang tua saya. Hingga
akhirnya saya tahu, orang tua saya tidak akan pernah luluh dengan
pretasi-prestasi saya, melainkan dengan menjauhnya saya dari rumah dan
keluarga.
Ketika saya memutuskan untuk
menerima tawaran beasiswa di sebuah sekolah menengah akhir berasrama di luar
kota, Ummi dan Bapak nampak khawatir. Saya merasa sangat senang, tentu saja. Akhirnya
dahaga saya terpuaskan. Di hari mereka mengantarkan saya ke sekolah, sebelum
kembali ke rumah, untuk pertama kalinya Ummi mencium kedua pipi saya. Saya
sempat tertegun dan mematung. Di keluarga saya hampir tidak ada adegan
melankolis yang ditunjukkan oleh kedua orang tua. Saya terbiasa melihat
garis-garis wajah yang keras dari Ummi dan Bapak saya. Maka pada hari itu,
sungguh, saya tidak tahan untuk tidak menangis.
Saya sangat mencintai kedua
orang tua saya. Bahkan ketika menuliskan untaian kata yang ada di kepala saya
saat ini, saya tak kuasa untuk membendung air mata. Rasanya tak ada kata yang
pantas menggambarkan betapa mulia dan berharganya memiliki kedua orang tua yang
konsisten mendidik dan mengajari saya banyak hal dalam hidup. Sekaligus saya
merasa malu bahwa hingga saat ini saya belum mampu memberikan kado terbaik
untuk mereka.
Apa capaian terbesar saya
dalam hidup? Nothing.
Comments
Post a Comment