Betapapun fisik dan akal ini lelah, jika itu
untuk suatu kemaslahatan, saya yakin Allah akan selalu menyelipkan beribu
nikmat dan ketenangan tiada hingga di setiap kelelahan-kelelahan itu.
Hari ini misalnya, ketika fisik saya rasanya
sudah tidak mampu menopang ambisi akal saya untuk mobile dan mengerjakan
banyak hal, kedua mata saya sayu dan suntuk, nafas saya bahkan sudah memburu
hingga ketenangan ini sudah tidak lagi pada tempatnya. Fisik saya menuntut
istirahat. Ia memberontak. Menjelang malam, entah bagaimana ceritanya, suatu
kelompok tetiba membuat saya gemas dan ingin menangis, sebab untuk satu amalan
baik saja susah sekali mencari sukarelawan. Saya ingin meluapkan kekesalan saya
sejadi-jadinya.
Lalu tetiba saya teringat Ummu Abdullah, seorang
ibu dengan 6 orang putra dan bersuamikan seorang anggota legislatif Daerah
Tingkat I dari Partai Keadilan. Membaca kisah-kisah beliau, saya merasa malu. Beliau
hanya tidur 4-5 jam dalam sehari dan memulai semua aktivitasnya sejak pukul 2
dinihari. Jam 2 beliau sudah membangunkan putra sulungnya untuk membangunkan
adik-adiknya tahajjud, tak lama kemudian beliau mulai berbenah-benah rumah dari
menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, menyetrika, menyiapkan
keperluan sekolah putra-putranya, hingga memasak. Sehingga ketika putra-putranya
tahajjud, lauk pauk dan nasi hangat sudah tersuguhkan di atas meja. Setelah shubuh
pun aktivitas beliau masih begitu banyaknya. Ada 9 majlis taklim di bawah pengawasan
beliau, dan dalam sehari beliau bisa mengisi 2 kali kajian. Begitu setiap
harinya.
“Sesungguhnya pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga kita adalah upaya untuk mencari eksistensi diri kita di hadapan Allah,
bukan di hadapan siapa-siapa, bukan suami, bukan anak-anak, bukan orang lain. Maka
ia akan setara dengan jihad fisabilillah” adalah jawaban yang beliau utarakan
ketika seseorang bertanya padanya tentang apakah beliau lelah dengan
rutinitasnya setiap hari. Ah, beliau yang sesibuk itupun tidak pernah mengeluh,
sedangkan saya yang hanya pengangguran ini manjanya sudah minta ampun :’(
Saya merasa ditampar begitu kerasnya. Saya teringat
nasihat seorang guru ketika SMA dahulu yang kurang lebih begini “Suatu perilaku
itu lahir karena terbiasa, sedang kebiasaan itu sendiri seringnya lahir karena dipaksa”.
Yah, mungkin pada awalnya saya akan lebih banyak dan lebih sering
tertatih-tatih, bahkan lelah dengan pemaksaan saya terhadap diri sendiri yang
melampaui batas normal saya. Tapi saya yakin, Allah selalu malu untuk tidak
mengabulkan harapan hamba-hamba-Nya yang tulus. Jika ada tekad, in syaa Allaah
ada jalan. Mulai detik ini, saya ingin membiasakan diri saya berlelah-lelah.
Aduh, Sih, ikhlash yuk, ikhlash. Itu labilnya
ditahan dulu >,<
Comments
Post a Comment