Obat
paten adalah obat yang dikembangkan oleh satu pihak yang kemudian didaftarkan
hak patennya. Kelebihan dari obat paten adalah produsennya mendapat hak
ekslusif dalam sistem produksi dan pemasaran obat, tanpa adanya kompetisi dari
produsen obat generik atau perusahaan-perusahaan lain. Berdasarkan undang-undang
14 tahun 2001 pasal 1 ayat 2, paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk
selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Lama waktu hak paten
obat biasanya berjalan selama sepuluh tahun. Setelah itu, obat paten dapat
diproduksi oleh perusahaan lain untuk dipasarkan dan dibuat pula generiknya.
Syarat
suatu obat agar menjadi hak paten ialah Invensi yang diajukan harus merupakan
Invensi baru di bidang ilmu pengetahuan kefarmasian. Hal ini diuraikan dalam
pasal 3, yaitu suatu Invensi dianggap baru jika pada tanggal penerimaan,
invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya.
Penjelasan dari pasal 3 ayat 1 menyatakan bahwa padanan istilah teknologi yang
diungkapkan sebelumnya adalah state of the art atau prior art, yang mencakup
baik literatur paten maupun bukan literatur paten.
Penjelasan
yang diuraikan dalam undang-undang tersebut mengundang pertanyaan besar bagi
kalangan masyarakat, khususnya masyarakat yang berkecimpung di bidang
kefarmasian. Pasalnya, ketentuan yang diberikan negara terhadap hak paten suatu
obat sangat bertentangan antara ayat dan penjelasannya. Pada ayat 3 tentang
peraturan hak paten, pemohon hak paten dituntut memiliki Invensi dengan
teknologi baru, hanya sebatas teknologi baru. Sedangkan pada penjelasannya
disebutkan bahwa teknologi ditinjau berdasarkan literatur dan bukan literatur.
Kata bukan literatur sendiri bisa ditafsirkan ke dalam banyak persepsi,
pengetahuan yang tidak didokumentasikan pemerintah atau pengetahuan tradisional
yang diketahui masyarakat namun tidak dipatenkan.
Jika
ditinjau berdasarkan budaya yang melekat pada masyarakat kini khususnya
masyarakat desa, pengetahuan yang tersebar dengan segala aspek budaya lokal
menjadi dasar pengetahuan bersama. Tidak ada hak paten untuk suatu cara
penyembuhan ataupun obat tradisional yang dipasarkan. Undang-Undang Negara
mengatur ketentuan hak paten berdasarkan Invensi dengan teknologi baru melalui
rujukan literatur dan bukan literatur. Seharusnya melalui undang-undang ini,
Pemerintah memberikan batasan dan parameter yang jelas tentang suatu
pengetahuan yang dapat disebut sebagai literatur dan bukan literatur.
rujukan
:
http://www.djpp.depkumham.go.id/harmonisasi-peraturan-lainnya/43-sosialisasi/57-masukan-untuk-ruu-paten-indonesia-tahun-2009.html
Comments
Post a Comment