Kadang
di tengah hiruk pikuk sebuah area, beberapa kali kau akan bersitatap dengan
mereka yang tertunduk lesu lagi kuyu. Pundak mereka jatuh sangat rendah, seolah
ada beban sekian ton yang tersampir di kedua pundak, enggan berpindah dari
tampungannya yang nyaman. Pandangan mereka menerawang jauh. Entah apa yang
mampir di depan, tak ada kebutuhan untuk menatapnya lamat-lamat. Napas, oh,
napas, semakin mengisi di rongga paru rasanya justru semakin membuat sesak. Ya
Tuhan, mengapa hidup begitu berat? Lalu mereka mendesah. Lagi.
Sungguh
kasihan melihat payah yang kian mendera. Di kejauhan nampak seorang pria
mengelus dada. Rupanya sebelum ini seorang wanita dengan lembut menolak
cintanya. Merasa cinta yang tertanam begitu dalam, pria itu gelagapan,
tiba-tiba keramaian baginya menjadi sebuah sunyi tiada arti. Ya Tuhan,
bukankah mencinta itu adalah anugerah? batinnya. Ia lupa, sungguh lupa, cinta hakiki hanya
pantas disandang ketika bertandang untuk-Nya, tiada yang lain, apalagi untuk wanita
yang jelas belum halal baginya.
Sungguh
prihatin batin ini menapaki susuran jalan. Di depanku nampak seorang wanita,
menahan tangis sembari menutup muka. Rupanya, beberapa waktu lalu, Bunda
mendahuluinya menghadap Tuhan. Padahal sepanjang hari dunianya hanya diisi oleh
celoteh dan perhatian Bunda, menanyainya tentang ini dan itu, memberikan rincian
nasihat begini dan begitu, bahkan dengan ringannya mengulurkan tangan untuk
mengusap tangis kala kesedihannya membuncah pilu. Kini, siapa yang mampu
menggantikan Bunda? Sungguh, dunia ini kelam tanpanya. Tak lama, bulir-bulir
itu tak tertahankan lagi, wanita itu jatuh terisak.
Wahai
engkau, pengharap tentram lagi kesucian, jangan rendahkan dirimu di hadapan
Tuhan. Hadapkan wajahmu pada-Nya, katakan bahwa kau mampu memikul segala. Sebab
Dia ciptakan pundak yang begitu kuat bagimu, lalu menimpakan beban yang
secuilpun tak akan pernah membuatmu bergeming dari-Nya. Sungguh, kesedihan
bukan hanya milikmu, jangan berani-beraninya kau menafikkan kebahagiaan yang
dianugerahkan Tuhan.
O
Rabbi,
Allahumma
inni as’aluka rahmatan min indika takdibiha qalbi wa tajma’u biha wa aradu
“Ya
Allah sesungguhnya aku memohon kepada Engkau rahmat (kasih sayang) dari engkau
kebaikannya dan berkumpulnya hati seperti apa yang aku ingini”
Comments
Post a Comment